Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Digiseksual Bukan Identitas atau Orientasi Seksual Baru

10 Februari 2022   12:05 Diperbarui: 10 Februari 2022   12:13 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal tersebut menawarkan sensasi pengalaman seksual lebihl intens bagi penggunanya yang mumgkin tidak pernah bisa dilakukan di dunia nyata.

Namun demikian, menurut peneliti VR Sylvia Xueni Pan seperti dilansir The Conversation, pengalaman mendalam yang didapat dari dunia VR ini sebagai menempatkan ilusi yang nyata di dalam otak manusia.

Jadi, tetap saja penggunaan VR dalam menggambarkan hubungan seks hanya sebagai stimulan yang memanipulasi otak manusia seolah-olah tengah berhubungan seks dengan segala fantasinya secara intens.

Bukan benar-benar berhubungan seks secara nyata. Walaupun mungkin dalam perkembangan teknologi lebih lanjut pengalaman seksual seseorang dengan menggunakan teknologi akan sama memuaskannya dengan pasangan manusia.

Apakah dengan semakin canggihnya teknologi dan semakin luasnya orang yang memilih menggunakan teknologi dalam berhubungan seks dengan pasangan yang sepenuhnya artificial dan berada di lingkungan virtual akan membuat digiseksual menjadi sebuah identitas seksual baru yang mengarah pada oriemtasi seksual baru?

Merujuk pada berbagai sumber sih, rasanya tidak akan ada teknologi yang bisa menggantikan sensasi dan ambience hubungan seks antar manusia.

Apalagi untuk menyematkan predikat digiseksual pada seseorang, ia harus melihat teknologi menyeluruh seperti robot seks dan pornografi VR sebagai satu-satunya pengalaman  seksual mereka dan tak merasa perlu lagi mencari hubungan seks dengan sesama manusia.

Makanya tak heran kemudian gembar-gembor identitas dan orientasi digiseksual yang ramai di dunia barat mendapatkan reaksi negatif dari banyak orang baik dari kalangan media bahkan para pengamat teknologi digital itu sendiri.

Kendati demikian bukan berarti kita harus mencibir atau melakukan bullying jika ada seseorang yang ingin dianggap memiliki identitas digiseksual, ya silahkan saja.

Toh urusan seksual kan ranah privat, sepanjang tidak merugikan individu lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun