Formula E, ajang balapan ala F1 versi mobil listrik ini terus melahirkan polemik demi polemik. Ketidak transparanan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku penyelenggara event tersebut dan sengkarut politisasi penyelenggaraannya membuat kegaduhan terus terjadi.
Terakhir, masalah pemenang tender pembangunan sirkuit yang akan digunakan untuk penyelenggaraan Formula E yang akan dibangun di kawasan Ancol Jakarta Utara.
Lelamg tender sirkuit Formula E diumumkan PT Jakpro selaku BUMD pelaksana kegiatan Formula E pada awal Januari 2022 lalu.
Mengutip halaman e-procurement PT. Jakpro, jadwal lelang pekerjaan dimulai pada 4 Januari 2022, pendaftaran peserta lelang pada tanggal 5-6 Januari 2022.
Nilai lelangnya seperti yang tertulis dalam halaman tersebut sebesar Rp. 50,157 miliar. Nilai sebesar itu menurut Direksi PT.Jakpro seperti dilansir sejumlah media hanya untuk pengaspalan saja.
Dalam perjalanannya, kemudian ramai diberitakan bahwa tender pembangunan sirkuit Formula E di Ancol tersebut gagal, seperti yang tertulis dalam situs Jakpro.
"Jasa rancang bangun proyek pembangunan lintas balap Formula E gagal" tulis keterangan dalam situs tersebut.
Eh tak berselang terlalu lama tiba-tiba pemenang tender pembangunan sirkuit telah ditetapkan, yakni Jaya Construction yang merupakan BUMD milik Pemprov DKI jakarta.
Di sisi lain, pihak Jakpro pun sempat mengkonfirmasi meskipun ajang balapan mobil listrik ini tinggal 116hari lagi, tetapi belum ada satu pun sponsor yang sudah pasti mendukung event ini.
Rencananya balapan Formula E ini akan diselenggarakan pada 6 Juni 2022, dengan segala kerumitannya, pendeknya waktu persiapan dan sengkarut yang belum terlihat terang benderang ini saya kok agak ragu ajang balapan ini akan terselenggara dengan baik.
Mungkin ajang balapan Formula E ini akan dipaksakan untuk diselenggarakan, karena Gubernur DKI Jakarta dan perangkat panitia penyelenggara tak memiliki opsi lain selain harus diselengarakan.
Kenapa demikian, tentunya kita masih ingat ada anggaran yang diambil dari APBD DKI periode 2018/2019 dan 2019/2020 sebesar hampir Rp. 1 triliun untuk kebutuhan commitment fee event tersebut.
Hal itu ditegaskan dalam laporan BPK yang melakukan audit untuk kegiatan balap mobil listrik ini.
Apabila tak terselenggara, konsekuensi hukum menantinya karena akan dianggap temuan oleh BPK dan dianggap merugikan keuangan negara.
Uangnya sudah dibelanjakan tapi barang atau jasa hasil belanjanya, tak jelas juntrungannya.
Selain itu, tentu saja terselenggara atau tidaknya Formula e ini akan meninbulkan konsekuensi politik bagi Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta yang terlihat memang ngotot benar agar kegiatan ini terselenggara.
Terbukti dengan terbitnya  Intruksi Gubernur DKI nomor 49 tahun 2021 tentang Penyelesaian Isu Prioritas Daerah 2021-2022  yang salah satunya penyelenggaraan Formula E.
Padahal jika ditilik urgensinya, seharusnya tak menjadi prioritas apalagi Jakarta dan Indonesia masih dalam suasana pandemi Covid-19.
Namun, kilahnya justru karena pandemi itu lah maka event Formula E harus terlaksana agar masyarakat Internasional tahu Indonesia sudah siap bangkit setelah babak belur dihajar pandemi.
Ya sudah, oke lah alasan yang masih bisa diterima akal sehat.
Sayangnya, dakam perkembangannya kemudian tata kelola persiapan penyelenggaraan ajang Formula E ini tetap saja sangat tertutup sehingga menimbulkan sakwasangka yang menimbulkan kegaduhan demi kegaduhan meski didaku transparan.
Setelah penetapan kawasan Ancol sebagai tempat penyelenggaraan Formula E, PT. Taman Impian Jaya Ancol  sebagai pengelola kawasan Ancol, tiba-tiba memperoleh pinjaman dari Bank DKI senilai Rp. 1,2 triliun, yang diakui oleh manajemen Ancol untuk kebutuhan memberi makan binatang peliharaan mereka dan operasional harian mengingat cash flow mereka tergerus dampak penanganan Covid-19.
Kemudian, mereka pun meyakinkan publik bahwa tak akan ada sepeser pun uang APBD DKI yang akan digunakan untuk kegiatan Formula E ini, tanpa membeberkan secara jelas dari mana uang yang akan digunakan berasal.
Panitia penyelenggara hanya menyebutkan dananya berasal dari internal Jakpro dan para sponsor.
Lucu nya para sponsor nya pun belum jelas, sementara waktu penyelenggaraan sudah dekat. Dalam event-event besar seperti Formula E biasanya setahun atau paling tidak enam bulan sebelum event itu terselenggara kepastian sponsor sudah didapatkan.
Dan parahnya lagi, meskipun waktu penyelenggaraan sudah dekat sirkuitnya saja belum jadi, baru menghasilkan pemenang tender pelaksanan pembangunan sirkuit.Itu pun diselimuti orang ketidak transparanan, sehingga menimbulkan polemik lanjutan.
Pertanyaan selanjutnya muncul, apakah waktu yang tersisa cukup untuk melakukan semuanya, belum lagi andai pun sirkuit itu sudah terbangun akan cocok dengan kualIfikasi yang ditetapkan pihak prinsipal Formula E.
Lazimnya untuk balapan berkelas dunia seperti Formula E, akan ada inspeksi-inspeksi detail terkait seluruh fasilitas sirkuit.
Bisa saja harus ada perbaikan-perbaikan yang memakan waktu panjang.Â
Andai pun itu bisa dilalui, bagaimana dengan urusan sponsor yang menjadi bagian penting dalam sebuah event, kecuali memang event Formula E memang tak mengincar potensi ekonomi berlawanan dengan janji manis  Anies Baswedan dan panitia penyelenggara gembar-gemborkan selama ini.
Kecuali memang penyelenggaraan Formula E dipaksakan untuk terselenggara demi karir politik Anies Baswedan.
Kita lihat lah, apa yang akan terjadi dengan ajang balapan Formula E ini 100 hari ke depan, apakah terselenggara dengan baik dan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat atau hanya untuk menyelematkan muka Aniws Baswedan semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H