Kelima, ketika era digital mulai merambah bisnis perbankan, perputaran bisnisnya tak lagi mengenal batas waktu.
Memang karyawan mereka memiliki jam kerja tertentu, tetapi mesin bekerja terus selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu tanpa mengenal batas waktu.
Tak terbatas pada transksi, keluhan pelanggan misalnya, bisa dijawab dengan otomatisasi menggunakan chat bot yang berstandar kecerdasaan buatan atau artificial intelegent.
Pun demikian dengan analisis data yang lebih kompleks, yang merupakan perubahan keenam, dengan teknologi digital banyak data perbankan dalam mempertimbangkan bisnisnya menggunakan AI untuk memahami nasabahnnya.
Semua transformasi digital ini bukanlah perubahan kecil, transformasi ini sangat disruptif dan revolusioner dan semua itu harus mampu diadaptasi dengan perancanaan yang matang oleh mereka yang masih ingin tetap eksis di bisnis perbankan.
Dengan proyeksi bisnis seperti itu, transformasi bisnis perbankan seperti yang dilakukan oleh KB Bukopin dengan NGBS-nya menjadi sebuah keniscayaan, tak beradaptasi berarti bersiap untuk musnah.
Situasi ini tentu saja akan berdampak besar pada para pekerja di industri perbankan. Transformasi merupakan tuntutan perkembangan dunia dan beralihnya kebutuhan nasabah menuju digital banking.
Dengan arah perubahan menuju digital banking, tanpa perlu menjadi pandit saja, kita akan dapat membaca bahwa ke depan gelombang pemangkasan karyawan bank dalam jumlah lebih masif kemungkinan besar akan terjadi.
Jadi apa yang terjadi di KB Bukopin bukan sesuatu yang baru dan tak akan menjadi yang terakhir juga.
Pemangkasan kantor cabang pastinya akan berdampak secara serta merta terhadap pengurangan jumlah karyawan.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejak tahun 2015 hingga Maret 2021 sebanyak 3.074 kantor cabang bank umum tutup.