Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Tarif KRL Naik tetap Naik KRL, Emang Ada Pilihan Lain?

21 Januari 2022   08:00 Diperbarui: 21 Januari 2022   10:33 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada dasarnya dalam hal apapun itu, ketika masyarakat disodori kenaikan tarif atas barang atau jasa serta merta mereka pasti akan menolak.

Itu naluri dasar yang wajar sebagai manusia, ingin mendapatkan barang atau jasa dengan manfaat sebesar-besarnya tetapi dengan biaya serendah-rendahnya.

Jadi ketika ada rencana tarif Kereta Rel Listrik (KRL) di wilayah aglomerasi Jabotadebek bakal dinaikan otomatis semua pengguna KRL, terutama yang reguler akan menolaknya, termasuk saya.

Seperti dilansir sejumlah media, PT. KCI yang merupakan operator KRL di Indonesia berencana menaikan tarif dasar KRL untuk 25 pertama, dari Rp.3.000 per sekali jalan per orang menjadi Rp.5.000, jadi kenaikannya sebesar 40 persen.

Namun demikian tarif untuk tiap 10 km selanjutnya tak mengalami perubahan tetap Rp.1.000 per orang.

Asal tahu saja tarif tersebut, bukan tarif sesuai nilai pasar atau secara bisnis memiliki nilai keekonomian, tetapi tarif setelah di subsidi oleh pemerintah melalui skema Public Service Obligation (PSO) atau kewajiban layanan publik.

Skema tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari subsidi yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya.

Tujuannya adalah untuk menaikan taraf hidup dan daya beli masyarakat secara umum. Skema PSO ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)  nomor 91/PMK.02/2020.

Jika mengutip informasi dari Dirjen Perkeretaapian selaku pengawas segala rupa transportasi berbasis rel, kenaikan tarif KRL Jabodetabek itu alasan utamanya adalah untuk mengurangi besaran PSO yang dalam lima tahun terus mengalami pembengkakan.

Misalnya saja di tahun 2021 kemarin, PSO yang digelontorkan Pemerintah untuk KRL ini sebesar Rp. 1,9 triliun, angka sebesar itu naik dari tahun sebelumnya yang PSO-nya sebesar Rp. 1,55 triliun.

Lantas berapa sebenarnya subsidi yang diberikan pemerintah kepada setiap penumpang KRL per sekali perjalanan?

Menurut informasi dari situs KCI, tarif keekonomian KRL Jabodetabek Rp. 14.981 untuk jarak paling dekat atau maksimal 25 km pertama per satu penumpang.

Dengan demikian, besaran tarif Rp.3.000 seperti yang dikenakan saat ini, Rp. 11.981. diantaranya merupakan subsidi pemerintah.

Nah, subsidi ini lah yang akan dikurangi oleh Kemenhub, agar PSO nya tak terus menggelembung.

Jadi, ini sama sekali tak berkorelasi dengan kondisi keuangan PT.KCI, yang jika tarifnya tak dinaikan mereka akan merugi.

Tak terlalu jelas sebenarnya, alasan Kemenhub ingin mengurangi PSO di tengah hujan subsidi pemerintah pada masyarakat menengah bawah lantaran terdampak pandemi Covid-19.

Entah, jika pengurangan anggaran PSO ini akan direalokasikan untuk hal lain yang dianggap lebih penting oleh pemerintah selain mengurus rakyatnya.

Terlepas dari segala survei yang dilakukan untuk menakar seberapa mampu masyarakat membayar KRL dengan istilah ATP-WTP.

Intinya tarif KRL naik sebesar Rp.2.000 di tengah situasi ekonomi masyarakat yang belum pulih benar akibat tergerus pandemi Covid-19.

Apakah menurut pemerintah itu berkeadilan secara ekonomi?

Terserahlah mereka yang berkuasa, toh kalaupun rencana kenaikan tarif  yang diperkirakan akan mulai diberlakukan pada April 2022 jadi diterapkan, bisa apa kami sebagai penumpang reguler KRL selain menerima nasib.

Kami itu seperti di fait accomply, pilihan transportasi yang reliable, murah, cepat dan konsumsi waktunya bisa diperhitungkan tanpa meleset terlalu jauh,  nyaris tak ada kecuali KRL itu.

Makanya, banyak pihak menyebut bahwa KRL merupakan backbone transportasi di wilayah Jabodetabek, dan faktanya memang demikian.

Bahkan mahal murahnya harga tanah dan rumah di wilayah Jabodetabek terutama yang  ke arah Bogor ditentukan dari kedekatanya dengan stasiun KRL.

Jika pemerintah memang tega mengurangi PSO bagi pengguna KRL yang berujung pada kenaikan tarif ya silahkan aja, meskipun pahit bakal kami telan.

Karena kami tak memiliki kemewahan untuk memilih transportasi lain dengan kapabilitas seperti KRL.

Apakah dengan kenaikan ini kami berharap pelayanan PT. KCI sebagai operator KRL bertambah baik?

Akh sudahlah kami sudah cape berharap, setelah era Jonan merevolusi pelayanan dan keberadaan KRL menjadi lebih baik seperti saat ini.

Tak ada lagi gebrakan signifikan yang bisa diharapkan, jadi kalau mau naik ya naik aja deh tarifnya, bisa apa kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun