Menurut informasi dari situs KCI, tarif keekonomian KRL Jabodetabek Rp. 14.981 untuk jarak paling dekat atau maksimal 25 km pertama per satu penumpang.
Dengan demikian, besaran tarif Rp.3.000 seperti yang dikenakan saat ini, Rp. 11.981. diantaranya merupakan subsidi pemerintah.
Nah, subsidi ini lah yang akan dikurangi oleh Kemenhub, agar PSO nya tak terus menggelembung.
Jadi, ini sama sekali tak berkorelasi dengan kondisi keuangan PT.KCI, yang jika tarifnya tak dinaikan mereka akan merugi.
Tak terlalu jelas sebenarnya, alasan Kemenhub ingin mengurangi PSO di tengah hujan subsidi pemerintah pada masyarakat menengah bawah lantaran terdampak pandemi Covid-19.
Entah, jika pengurangan anggaran PSO ini akan direalokasikan untuk hal lain yang dianggap lebih penting oleh pemerintah selain mengurus rakyatnya.
Terlepas dari segala survei yang dilakukan untuk menakar seberapa mampu masyarakat membayar KRL dengan istilah ATP-WTP.
Intinya tarif KRL naik sebesar Rp.2.000 di tengah situasi ekonomi masyarakat yang belum pulih benar akibat tergerus pandemi Covid-19.
Apakah menurut pemerintah itu berkeadilan secara ekonomi?
Terserahlah mereka yang berkuasa, toh kalaupun rencana kenaikan tarif  yang diperkirakan akan mulai diberlakukan pada April 2022 jadi diterapkan, bisa apa kami sebagai penumpang reguler KRL selain menerima nasib.
Kami itu seperti di fait accomply, pilihan transportasi yang reliable, murah, cepat dan konsumsi waktunya bisa diperhitungkan tanpa meleset terlalu jauh, Â nyaris tak ada kecuali KRL itu.