IKN) bukan sekedar kota yang diisi dengan gedung-gedung pemerintahan. Tetapi akan membangun sebuah kota metropolis baru yang smart.
Presiden Jokowi menyebutkan bahwa Ibukota negara baru ("Kita ingin membangun sebuah new smart metropolis yang mampu menjadi magnet, menjadi global talent magnet, menjadi pusat inovasi,"kata Jokowi seperti dilansir Kompas.com. Senin (7/01/22).
Tentu saja Ibukota baru yang efesien, berwawasan hijau, dan bersahabat dengan digital native adalah sebuah impian yang suatu saat harus diwujudkan.
Namun demikian, bukan perkara mudah untuk mewujudkan ibukota baru dalam bentuk seperti itu, butuh anggaran masif dan keribetan yang luar biasa.
Tulisan ini hanya akan menyoroti penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam pelaksanaannya, tak ada urusannya dengan pro dan kontra yang kini menjadi ramai kembali setelah Rancangan Undang-Undang yang akan menjadi dasar pemindahan dan pembangunan IKN bakal disahkan menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna DPR, hari ini Selasa (18/01/22).
Di awal rencana ini digulirkan pada tahun 2019, Jokowi seperti dilansir hampir seluruh media menegaskan bahwa hanya sebagian kecil saja anggaran pemindahan dan pembangunan ibukota baru yang akan diambil dari APBN.
"Saya sampaikan kepada Menteri Keuangan, bahwa kami tidak berharap membebani APBN" ujar Jokowi saat itu.
Lebih jelasnya lagi, Jokowi menekankan bahwa dari seluruh anggaran yang saat itu sekitar Rp 466 trilium hanya seperlimanya yang akan menggunakan APBN.
"Yang dari APBN nantinya hanya 19 persen" ujarnya.
Jika mengacu pada persentase tersebut, maka anggaran dari APBN berkisar Rp.88 triliun untuk memindahkan ibukota ke kawasan Penajam Passer Utara Kalimantan Timur.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas saat itu Bambang Brodjonegoro memastikan penggunaan APBN tak akan mempengaruhi kondisi keuangan negara lantaran porsi pembiayaannya lebih kecil dari yang diprediksi.