Hasil studi yang dilakukan oleh lembaga ekonomi SMERU dengan BAPPENAS yang dipublikasikan pada Maret 2021, karena Covid-19 setiap 10 orang Indonesia 1 orang diantaranya menjadi miskin, karena pandemi memang menghantam telak perekonomian masyarakat terutama kelas menengah bawah.
Dan kelas menengah bawah ini lah yang menjadi pengguna utama KRL Jabodetabek, itu fakta yang tak terlelakan tanpa harus melakukan survei sekalipun.
Menurut hasil riset yang sama, kondisi ini akan bertambah berat apabila Pemerintah tak mengeluarkan paket stimulus fiskal skala besar melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Salah satunya ya dengan berbagai program perlindungan sosial bagi masyarakat rentan terdampak pandemi, baik bantuan sosial langsung secara tunai atau pun melalui subsidi atas harga barang dan jasa yang bisa dikontrol oleh pemerintah, seperti subsidi listrik untuk gol rumah tangga 450 VA dan 900 VA.
Kemudian bagi para pelaku ekonomi besar, subsidi pajak  diberikan pemerintah dan hal itu masih diberikan hingga saat ini meskipun besaran nilainya dikurangi.
Sementara bantuan langsung, mungkin kita familiar dengan program kartu pra kerja yang nilai anggarannya mencapai Rp.20 triliun.
Menjadi aneh, ketika tiba-tiba di tengah berbagai skema subsidi diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat.
Kemenhub malah berusaha mengurangi PSO yang bersifat seperti subsidi itu diberikan kepada pengguna KRL yang notabenenya didominasi masyarakat kelas menengah bawah, yang secara alamiah menjadi sasaran subsidi pemerintah.
Mungkin kelihatannya angka kenaikan Rp.2.000 per sekali jalan itu tak terlalu besar, tapi coba kalikan 2 karena harus pulang pergi, kemudian kalikan lagi 25 hari, rata-rata mereka bekerja setiap bulannya.
Maka akan di dapat angka Rp.1.000.0000 Â per bulan yang harus dikeluarkan oleh pengguna KRL akibat kenaikan tarif KRL Jabodetabek.
Nilai uang sebesar itu dalam kondisi ekonomi tergerus pandemi Covid-19 sangat berarti sekali.Â