Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BRIN itu Lembaga Keren, Asal Tidak Dipolitisasi

5 Januari 2022   12:36 Diperbarui: 5 Januari 2022   18:55 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memberhentikan 71 orang peneliti dengan kapabilitas bagus tentu saja akan menjadi kerugian tersendiri bagi lembaga peneliti manapun di dunia ini, meskipun sebenarnya itu sudah bisa diprediksi bakal terjadi apabila reorganisasi lembaga yang menaunginya harus dilakukan.

Apalagi integrasi ini dilakukan di sebuah lembaga pemerintah yang aturannya sangat birokratis, bukan hanya di BRIN urusan teknis kepegawaian akibat  integrasi atau perubahan status lembaga pemerintah menjadi masalah.

Hal yang sama pernah terjadi juga saat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk pada tahun 2010 lalu. Hingga tahun 2015, atau 5 tahun setelah OJK berdiri, ribuan pegawai asal Bank Indonesia penugasan di OJK statusnya masih belum jelas.

OJK itu lahir hasil dari bersatunya salah dua divisi besar di BI yang bernama Departemen Pengawasan Perbankan dan Pengawasan Lembaga Keuangan non Bank dengan sebuah badan yang berada di bawah Kementerian Keuangan yakni Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang sebagian besar pegawainya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN).

Ketika OJK lahir berarti terjadi integrasi kepegawaian di kedua organisasi besar itu, dan itu memang cukup rumit membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk membuat sebuah sistem kepegawaian yang ajeg.

Dan ini lah yang terjadi pada BRIN saat ini, akan banyak keributan terjadi saat integrasi dilakukan apalagi BRIN dengan anggaran Rp 10,5 triliun bakal menyatukan seluruh divisi penelitian dan pengembangan di kementerian dan lembaga milik negara serta lembaga seperti Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Jadi apa yang terjadi di BRIN dan Eijkman ini adalah konsekuensi logis yang tak tehindarkan dari reorganisasi lembaga riset negara ini.

Masalahnya, urusan kepegawaian Eijkman ini menjadi lebih ramai lantaran ada unsur politis disana, jika dilihat yang ramai di media sosial, ada sejumlah pihak yang mencoba menari ditengah gendang pihak lain, menghubungkan keberadaan Megawati sebagai Ketua Dewan pengarah BRIN dengan perlakukan badan tersebut terhadap para pegawai Eijkman yang diberhentikan.

Hal seperti ini seharusnya sudah bisa diantisipasi sejak awal oleh Jokowi dan pemerintahannya, untuk tidak menempatkan politisi sebagai Pimpinan di lembaga negara seperti BRIN ini.

Andai tak ada politisi di BRIN, mungkin kegaduhannya tak akan seramai seperti saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun