Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Taktik Defensif nan Pragmatis Ala Shin Tae Yong, Bukan Sebuah Dosa

16 Desember 2021   10:18 Diperbarui: 16 Desember 2021   13:55 2014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pertandingan sepakbola, sebuah tim disebut sebagai pemenang adalah tim yang mencetak gol lebih banyak ke gawang lawannya.

Bukan tim yang menguasai bola paling banyak, mendapatkan tendangan penjuru paling banyak, atau melakukan percobaan tembakan ke gawang paling banyak.

Jadi pada dasarnya apapun taktik yang digunakan pelatih sebuah tim sepakbola, sepanjang itu membuahkan kemenangan ya sah-sah saja meskipun itu menampilkan permainan defensif yang tak sedap di pandang mata. 

Filosofi permainan sepakbola seperti ini disebut permainan sepakbola pragmatis. Pragmatisme sendiri dapat diartikan sebagai pandangan yang berlandaskan pada tujuan praktis.

Tujuan praktis pertandingan sepakbola adalah kemenangan atau minimal tidak kalah.

Itulah yang saya lihat tadi malam, saat Indonesia bertanding melawan Vietnam dalam lanjutan pertandingan di Grup B Piala AFF 2020.

Gaya permainan defensif nan pragmatis yang diintruksikan oleh pelatih Timnas Indonesia asal Korea Selatan Shin Tae Yong, diterjemahkan nyaris sempurna oleh para pemain timnas Indonesia yang dikomandani oleh Asnawi Mangkualam dan taktik itu bisa disebut berhasil.

Panitia Piala AFF 2020 pun mengakui hal itu, buktinya man of the match pada pertandingan Indonesia vs Vietnam jatuh pada bek timnas Indonesia Alfeandra Dewangga, bukan salah satu dari para penyerang Vietnam.

Hal tersebut tak terlepas dari kinerja apik Dewangga mengawal lini pertahanan Indonesia dari serangan bergelombang yang dilancarkan oleh para pemain Vietnam.

Terlihat tidak menarik dan membuat kita para suporter Timnas Indonesia jantungan sepanjang pertandingan, tapi itu lah sepakbola.

Pelatih Timnas Vietnam Park Hang Seo pun mengakui ketangguhan taktik Shin Tae Yong tersebut, yang membuat mereka tak mampu mencetak gol meski sepanjang pertandingan menguasai bola.

"Saya pikir kami bermain baik. Jika kami bisa mencetak gol itu bagus, tetapi kami tidak bisa mencetak gol," ujar Hang Seo, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (15/12/21).

Secara statistik, menurut situs resmi Piala AFF pertandingan Indonesia lawan Vietnam pun sangat jomplang, para pemain Indonesia hanya sekali melepaskan tembakan yang masuk dalam kategori block shot melalui upaya Ezra Walian pada babak kedua, dan nir shot on target.

Sementara Vietnam banyak menghasilkan peluang, tapi hebatnya pertahanan Indonesia membuat timnas Vietnam hanya mampu menghasilkan sekali saja shot on target ke gawang Indonesia yang diamankan dengan baik oleh Kiper Nadeo Arga Winata.

Selebihnya, 7 tembakan dari pemain Vietnam. melenceng, dan 13 tembakan berhasil diblok oleh lini pertahanan Indonesia.

Kendati unggul jauh dalam penguasaan bola, Vietnam terlihat kesulitan untuk menghasilkan peluang yang benar-benar matang di dalam kotak pinalti.

Alhasil mereka kerap melepaskan tendangan dari jarak jauh yang tidak efektif.

Taktik defensif yang dipraktikan oleh Shin Tae Yong tersebut bukan barang baru dalam dunia sepakbola.

Menurut sumber referensi yang saya dapatkan, pada era 1960-an  lahir taktik sepak bola pertahanan grendel ala Italia yang disebut Catenaccio.

Adalah Helenio Herrera juru taktik asal Argentina yang saat itu melatih Internazionale Milan dengan taktik catenaccio-nya berhasil membawa klub asal kota Milan itu memenangi 3 kali Liga Seri A, dua trofi European Cup (sekarang Liga Champion) dan dua Piala Interkontinetal.

Helenio Herrera dianggap sebagai bapak dari taktik Catenaccio walau pertama kali taktik bertahan ini diterapkan oleh pelatih asal Austria Karl Rappan  pada tahun 1930-an saat melatih Timnas Swiss.

Catenaccio versi Herrera dengan menggunakan 4 pemain bertahan yang akan menjaga ketat penyerang lawan dengan menerapkan man to man marking.

Dan jangan lupa masih ada pemain bertahan kelima yang dianggap sebagai roh taktik catenaccio ini, ia disebut sebagai Sweeper atau Libero alias tukang sapu bersih jika bola mengarah ke area pertahanan.

Taktik ini terus dipraktikan nyaris sempurna oleh salah satu pelatih Italia, Enzo Bearzot yang membawa Italia mampu menjuarai Piala Dunia 1982 di Spanyol.

Brasil yang saat itu tengah dalam puncak permainan jogo bonito yang sangat ofensif, harus mengakui keunggulan Catenaccio-nya Bearzot. Kalah di babak perempat final dari Italia dengan skor 3-2.

Laju Italia tak tertahankan lagi, di final dengan taktik Catenaccio-nya, Italia menekuk raksasa sepakbola dunia lain Jerman Barat dengan skor 3-1.

Claudio Gentile Libero  Italia saat itu dianggap pemain paling penting dalam menerjemahkan taktik Catenaccio Bearzot, selain tentu saja sang protagonis sekaligus top skor Piala Dunia 1982 Paolo Rossi.

Namun, seiring berjalannya waktu taktik dalam bermain sepakbola berevolusi, defensive football mulai ditinggalkan, sepakbola modern identik dengan sepakbola menyerang.

Hal tersebut tak lepas dari peran sepakbola bukan hanya sebagai sebuah cabang olahraga, tetapi sudah menjadi sebuah industri.

Permainan menyerang dianggap lebih menghibur, sedap dipandang mata dan jaminan lebih banyak menciptakan gol.

Itulah yang dibutuhkan sepakbola agar terus berkembang dan diminati. Masuk akal juga karena sepakbola juga sudah jadi bagian entertainment.

Dan memang benar, lebih asik melihat sepakbola menyerang dibanding sepakbola bertahan. Di tengah gencarnya promosi sepakbola menyerang yang dilabeli sebagai sepakbola modern.

Tiba-tiba, munculah sosok Jose Mourinho pelatih asal Portugal yang pada masa awal kemunculannya sangat fenomenal. ia mengusung filosofi permainan sepakbola defensif dan pragmatis yang kental saat membawa tim asuhannya FC Porto menjuarai Liga Primera Portugal, Piala Portugal, dan Piala UEFA, membuat nama Mourinho melambung.

Dengan taktik yang serupa, ia kemudian berhasil memberi  berbagai trofi bagi tim-tim yang diasuhnya mulai Chelsea, Inter Milan, Real Madrid, hingga Manchester United.

Sejatinya setiap juru taktik memiliki keyakinan tersendiri perihal filosofi permainan yang diimaninya. Pun dengan Mourinho yang sangat memuja hasil akhir.

Gaya permainan bertahan dan pragmatis ala Mourinho seperti yang dipertontonkan tim asuhannya selalu menghadirkan perdebatan dikalangan para pemangku kepentingan sepakbola, ada yang pro tetapi tak sedikit pula yang kontra.

Namun, hal tersebut terkadang hanyalah masalah preferensi belaka.

Bagaimanapun juga, kita harus ingat bahwa mencari cara untuk menang atau minimal tak kalah di suatu laga  adalah sebuah hukum yang mutlak dalam sebuah permainan sepakbola.

Faktanya, dengan filosofi permainan pragmatis dan defensif The Special One demikian julukan media bagi Jose Mourinho  selalu mampu menghiasi curriculum vitae-nya dengan raihan gelar juara (berjumlah 19 titel), baik di ajang domestik maupun regional. Tak heran kalau dirinya didapuk sebagai salah satu pelatih terbaik di generasinya.

Artinya strategi defensif yang efektif tetapi cenderung membosankan atau permainan ofensif penuh keindahan yang menghibur dan menyejukan mata hanyalah sebuah tool buat mendekatkan sebuah tim kepada hasil positif.

Dan siapapun bebas memilih cara mana yang akan digunakan untuk meraih target yang telah ditentukan.

Jadi, yang dipraktikan semalam oleh Shin Tae Yong dengan strategi defensif nan pragmatis saat membawa timnas Indonesia mengimbangi tim asuhan Park Hang Soe merupakan sebuah strategi yang memang tepat untuk melawan kesebelasan dengan kualitas seperti Vietnam yang tengah on fire.

Seperti yang diucapkan Jose Mourinho dalam sebuah sesi wawancaranya.

"Banyak yang merasa bahwa pilihan saya untuk membangun benteng pertahanan yang kokoh adalah sebuah kejahatan. Padahal itu hanyalah satu cara dari ribuan cara untuk mendapatkan hasil positif dalam sebuah pertandingan sepakbola."

So enjoy aja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun