Dan jangan lupa masih ada pemain bertahan kelima yang dianggap sebagai roh taktik catenaccio ini, ia disebut sebagai Sweeper atau Libero alias tukang sapu bersih jika bola mengarah ke area pertahanan.
Taktik ini terus dipraktikan nyaris sempurna oleh salah satu pelatih Italia, Enzo Bearzot yang membawa Italia mampu menjuarai Piala Dunia 1982 di Spanyol.
Brasil yang saat itu tengah dalam puncak permainan jogo bonito yang sangat ofensif, harus mengakui keunggulan Catenaccio-nya Bearzot. Kalah di babak perempat final dari Italia dengan skor 3-2.
Laju Italia tak tertahankan lagi, di final dengan taktik Catenaccio-nya, Italia menekuk raksasa sepakbola dunia lain Jerman Barat dengan skor 3-1.
Claudio Gentile Libero  Italia saat itu dianggap pemain paling penting dalam menerjemahkan taktik Catenaccio Bearzot, selain tentu saja sang protagonis sekaligus top skor Piala Dunia 1982 Paolo Rossi.
Namun, seiring berjalannya waktu taktik dalam bermain sepakbola berevolusi, defensive football mulai ditinggalkan, sepakbola modern identik dengan sepakbola menyerang.
Hal tersebut tak lepas dari peran sepakbola bukan hanya sebagai sebuah cabang olahraga, tetapi sudah menjadi sebuah industri.
Permainan menyerang dianggap lebih menghibur, sedap dipandang mata dan jaminan lebih banyak menciptakan gol.
Itulah yang dibutuhkan sepakbola agar terus berkembang dan diminati. Masuk akal juga karena sepakbola juga sudah jadi bagian entertainment.
Dan memang benar, lebih asik melihat sepakbola menyerang dibanding sepakbola bertahan. Di tengah gencarnya promosi sepakbola menyerang yang dilabeli sebagai sepakbola modern.
Tiba-tiba, munculah sosok Jose Mourinho pelatih asal Portugal yang pada masa awal kemunculannya sangat fenomenal. ia mengusung filosofi permainan sepakbola defensif dan pragmatis yang kental saat membawa tim asuhannya FC Porto menjuarai Liga Primera Portugal, Piala Portugal, dan Piala UEFA, membuat nama Mourinho melambung.