Padahal pemerintah pada dasarnya mencoba mencari jalan tengah terbaik, agar semua kepentingan bisa terakomodasi, sektor kesehatan bisa lebih terkendali, tetapi dalam saat bersamaan industrinya pun tak hancur lebur.
Harus diingat pula, politik cukai yang ditetapkan oleh pemerintah untuk industri-industri tertentu yang merugikan kesehatan seperti industri  rokok ini, bukan satu-satunya instrumen yang dapat menurunkan prevelansi perokok di Indonesia.
Pemerintah bisa saja menaikan harga rokok hingga 100 persen misalnya, pertanyaannya apakah itu akan efektif untuk menurunkan jumlah perokok secara signifikan? belum tentu juga.
Industri rokok akan bereaksi ia akan memproduksi rokok dengan harga murah, dan para perokok yang memang sudah kecanduan akan shifting jenis rokoknya menjadi jenis rokok yang lebih murah dan terjangkau oleh mereka.
Lebih parahnya lagi rokok-rokok ilegal yang tak bercukai dan tanpa standar industri yang jelas bakal bermunculan, akibatnya penerimaan negara tekor, jumlah perokok tak berkurang juga secara signifikan, dan besar kemungkinan penyakit akibat rokok akan makin merebak, karena kualitas rokoknya menjadi tak terkontrol.
Jadi, butuh peran serta kita semua termasuk dalam hal mengedukasi masyarakat perokok dan calon perokok secara lebih masif, terhadap bahaya merokok.
Saya sebagai perokok tahu persis bagaimana susahnya ingin berhenti merokok, bukan tak paham akan bahayanya, tetapi adiksi yang cukup panjang tadi membuat berhenti merokok itu sangat susah.
Jadi butuh usaha bersama agar prevelansi perokok terus menurun, dan masyarakat bisa lebih sehat.
Berikut harga jual eceran (HJE) rokok per batang dan per bungkus rokok per 1 Januari 2020 setelah kenaikan sebesar rata-rata 12 persen seperti dilansir situs Kemenkeu.go.id.
Golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM)Â yang memiliki pangsa pasar hingga 75 persen menjadi salah satu yang mengalami kenaikan tertinggi yakni:
SKM golongan I kenaikan 13,9 persen, HJE per batang menjadi Rp. 1.905 atau Rp. 38.100 per bungkus.
SKM golongan IIA kenaikan 12,1 persen, HJE per batang menjadi Rp. 1.140 atau Rp. 22.800 per bungkus.
SKM golongan IIB kenaikan 14,3 persen, HJE per batang menjadi Rp. 1.140 atau Rp. 22.800 per bungkus.