Menurut laporan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) pada tahun 2019 ada sekitar 7,1 juta orang yang bekerja di sektor industri ini.
Sementara menurut Data Kementerian Perindustrian, jumlah pekerja yang berkutat disektor pengolahan tembakau dan segala turunannya pada tahun yang sama ada sebanyak 5,99 juta orang.
Dari jumlah tersebut 4,28 Â juta orang diantaranya berada di Industri manufaktur CHT dan 1,71 juta orang disektor perkebunan tembakau.
Pada tahun 2020 menurut survei yang dilakukan oleh Tim Riset Forum for Socio Economic Studies (Foses), setelah kenaikan cukai ditetapkan Pemerintah, jumlah tenaga kerja di sektor industri rokok menurun 4,6 persen dibanding sebelumnya menjadi 5,8 juta orang.
Dengan rincian, 2,3 juta orang diantaranya merupakan petani tembakau, 1,1 juta orang petani cengkeh, 330 ribu tenaga kerja produksi, dan  2 juta orang pada bisnis pendistribusian dan ritel hasil industri tembakau.
Sementara dalam saat bersamaan total pekerja disektor manufaktur secara keseluruhan naik dari 6,5 persen menjadi 9 persen.
Jadi besar kemungkinan ada shifting dari industri hasil tembakau ke industri manufaktur lain, dan ini kabar yang cukup menggembirakan meski tak terlalu signifikan besarannya, paling tidak trendnya menunjukan sisi positif dalam mengurangi ketergantungan ekonomi pada industri hasil tembakau.
Ketiga, kenaikan cukai rokok itu terkait dengan penerimaan negara seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang APBN2022 yang target penerimaannya mencapai Rp.193 triliun.
Keempat, dalam kenaikan ini salah satu hal lain yang menjadi bahan pertimbangan adalah aspek pengawasan barang kena cukai, lantaran semakin tinggi harga maka semakin besar pula potensi terjadinya produksi rokok tanpa cukai yang ilegal.
Kendati demikian, kenaikan cukai hasil tembakau yang ditetapkan oleh pemerintah ini kerap kali tak memuaskan pihak-pihak yang bergerak dalam kampanye anti-tembakau.
Pemerintah dianggap kurang agresif dalam mengendalikan konsumsi rokok, terlalu berpihak pada industri rokok, atau lebih jauh lebih mementingkan ekonomi nasional dibandingkan dengan kesehatan masyarakat.