Krisis keuangan Barca awalnya akibat terdampak pandemi Covid-19, namun seiring berjalannya waktu penyebab krisis keuangan tersebut mulai terkuak, bukan hanya karena pandemi tetapi akibat kesalahan manajemen sebelumnya yang dipimpin oleh Joseph Bartomeu.
Bartomeu dianggap tak mengelola Barca dengan good governance yang baik cenderung asal-asalan.
Orientasi Bartomeu menurut sejumlah media daring, semata-mata mempertahankan kedudukannya di Barca dengan segala cara.
Termasuk berhutang dalam jumlah cukup besar untuk pembelian pemain bintang dari klub lain. Ia pun tak segan memberikan kontrak dan gaji besar kepada sejumlah pemain Blaugrana agar tetap bertahan.
Selain itu proyek ambisius pembangunan stadion baru Espai Barca juga memiliki andil besar dalam krisis finansial di Barca.
Manajemen ugal-ugalan seperti ini, pada akhirnya tak membawa Barcelona kemanapun kecuali dalam keterpurukan yang dampaknya langsung menghantam sisi prestasi klub kebanggaan masyarakat Catalan ini.
Pergantian pelatih dari Ronald Koeman oleh Xavi Hernandes pun belum mampu memperbaiki keterpurukan Barca.
Setelah Bartemou mundur, CEO baru Barcelona Ferran Reverter menyebutkan bahwa net asset Barcelona menurut laporan keuangan kuartal pertama 2021 Â adalah negatif.
Ia beranalogi, jika Barcelona sebuah perusahaan terbuka, Â seharusnya sudah sejak dulu bubar akibat carut marut kondisi keuangannya.
Utang yang saat ini harus ditanggung Klub, sebesar US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 16 triliun, bahkan untuk menggaji pemain pun Barca harus meminjam pada bank sebesar US$ 100 juta atau Rp 1,4 triliun.
Penghasilan klub, lebih sedikit dibandingkan kewajiban membayar beban gaji pemain yang sebesar 650 juta Euro atau Rp 9,75 triliun.