Atas dasar hibah tersebut, sejumlah pihak kemudian mengkaitkannya dengan pembentukan cyber army oleh MUI DKI.
MUI DKI dianggap memiliki konflik kepentingan di dalamnya, tak bisa disalahkan juga pihak-pihak yang beranggapan seperti itu.
Meskipun tuduhan konflik kepentingan tersebut dibantah oleh Pemprov DKI, Â MUI DKI, dan Pendukung Anies.
Ya pastilah dibantah, meskipun arahnya cukup jelas terlihat.
Bagaimana mungkin sebuah organisasi massa Islam bernama MUI, melakukan pembelaan begitu rupa buat kepentingan perseorangan seperti Gubernur Anies Baswedan.
Mungkin masih bisa dipahami jika pembentukan cyber army itu kepentingan umat Islam secara keseluruhan, bukan pula umat Islam yang hanya sealiran dengannya.
Sebagai sebuah ormas MUI DKI itu dibiayai oleh APBD, uang itu milik negara, bukan milik Gubernur Anies Baswedan.Â
Jadi penggunaan uang tersebut harus untuk kepentingan masyarakat, bukan digunakan untuk kepentingan Gubernurnya.
Di luar masalah pendanaan, rencana pembentukan cyber army pembela Anies oleh MUI DKI ini seperti yang saya tulis di atas erat kaitannya dengan politik elektabilitas.
Jika berkaca pada pemilihan gubernur 2017, Anies sepertinya memang membutuhkan ormas Islam seperti MUI untuk menunaikan hasrat politiknya menuju Pilpres 2024.
Jadi, Anies memang harus memelihara ormas-ormas Islam tersebut lantaran yang membantu dirinya saat terpilih menjadi Gubernur DKI ya mereka itu.