Puan Maharani Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), putri biologis dan ideologis Presiden ke-5 Indonesia yang juga Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarno Putri, dengan demikian berarti Puan adalah Cucu Proklamator sekaligus Presiden Indonesia pertama Ir. Sukarno.
Itu fakta yang tak terbantahkan, tentu saja sebagai seorang "bangsawan politik" di sebuah negara berkembang seperti Indonesia, sejak lahir Puan yang berayahkan Taufik Kemas ini sudah mendapatkan privilege.
Dengan privilege itu asumsinya Puan sudah hidup berkecukupan sejak ia dilahirkan, hal ini membuat saya membayangkan bahwa masa kecil Puan tidaklah seperti kebanyakan masyarakat Indonesia.
Jika anak jelata seperti saya lumrah berenang di kali, bermain di sekitar ladang dan sawah, Puan mungkin cukup jauh dari pengalaman itu semua.
Makanya ketika Puan Maharani terlihat  "Awkward" saat berpose layaknya petani yang sedang menanam padi di sawah yang berada di wilayah Sendangmulyo Godean Sleman pekan lalu, saya bisa paham.
Di tengah situasi hujan rintik-rintik, Puan Maharani menunjukan potongan fotonya bersama dua petani sambil berlagak menanam padi.
Foto ini pun kemudian diupload menjadi sebuah berita yang kemudian tesebar di media sosial dengan caption "Ditengah Hujan, Puan Tanam Padi dan Semangati Petani Milenial"
Sesaat setelah itu, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengomentari berita ini "Biasanya petani menanam padi tidak hujan-hujanan" cuit Susi melalui akun Twitternya @SusiPudjiastuti.
Sontak saja sindiran Susi terhadap Puan ini menjadi bahan baku netizen yang budiman untuk melancarkan sentimen negatif terhadap Puan Maharani.
Seperti biasa, beberapa pihak ada yang mencoba membela Puan, meskipun tentu saja lebih banyak yang mencela gaya tim komunikasi mem-branding Puan agar terlihat "merakyat" ini.
Ya, gimana lagi memang personal branding yang coba disematkan pada Puan ini memang kurang pas dari representasi Puan yang berlagak menjadi petani di postingan tersebut.