Sebenarnya jika PDIP lebih percaya diri mereka tak perlu berkoalisi dengan siapapun untuk mengusung pasangan capres dan cawapres pada pemilu 2024 nanti.
PDIP menurut Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 memiliki privilige untuk mengusung sendirian pasangan capres dan cawapres pada pemilu 2024 lantaran dalam Pemilu 2019 perolehan suaranya sebesar 22,3 persen dan berhasil menduduki 128 kursi DPR.
Capaian PDIP dalam pemilu 2019 ini diatas ambang batas pencalonan presiden yang menurut UU pemilu tersebut sebesar 20 persen suara sah atau 25 persen kursi di DPR.
Dengan demikian sangat mungkin Ganjar Pranowo dipasangkan dengan Puan Maharani sebagai capres dan cawapres dalam pemilu 2024.
Lantas bagaimana nasib Anies Baswedan, meskipun elektabilitasnya moncer namun perjuangan Anies untuk maju hanya untuk menjadi calon presiden sekalipun sangat berat.
Anies Baswedan berasal dari kalangan non partai alias ia bukan politisi partai manapun. Memang ada kemungkinan beberapa partai sudah dekat dengannya seperti PKS misalnya atau bisa juga Nasdem yang disebut-sebut menjadi hometown-nya Anies.
Tapi fakta dilapangan andai pun kedua partai ini berkoalisi persentasenya kursi keduanya tak cukup untuk mengusung Anies.
Andai kemudian Demokrat masuk seraya menyorongkan Ketua Umumnya Agus Harimurty Yudhoyono sebagai wakilnya, memang koalisi ini secara presidential threshold memungkinkan.
Namun harus diingat mencari titik temu siapa mendapat apa akan ramai cenderung penuh friksi. Apalagi konon kabarnya PKS sangat berhasrat mengusung Salim Assegaf sebagai salah satu capres atau cawapres..
Artinya meskipun elektabilitas Anies Baswedan moncer, selalu di tiga besar. Dengan aturan yang ada saat ini sangat berat bagi Anies Baswedan bahkan hanya untuk menjadi calon presiden sekalipun.
Namun, semua kemungkinan masih terbuka, politik kan kadang arahnya tak terbaca, bisa saja yang moncer saat ini mendekati pemilu 2024 tenggelam, who know's.