Dengan putusan tersebut artinya MNA memperoleh Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), alhasil MNA memperoleh kembali izin terbang.
Sempat beredar kabar seperti yang saya dapatkan dari sejumlah sumber bacaan, pemerintah menargetkan MNA bisa terbang kembali pada tahun 2020, sayang di sayang waktu dan keadaan tak berpihak pada mereka. Pandemi Covid-19 datang melanda akibatnya rencana tersebut ambyar.
Rencana restrukturisasi utang dengan masuknya investor baru yakni PT. Inti Asia Corpora milik Kim Johannes pemilik Kartika Air yang sempat menghangat di pertengahan tahun 2019 kini tak jelas lagi kelanjutannya.
Padahal waktu itu Kim siap untuk menyuntikan investasi di MNA Rp.6,4 triliun, bahkan Tim Penyelaras Merpati bentukan Kementerian Perhubungan sudah melakukan tugasnya untuk memproses izin terbang kembali Merpati, rencananya pesawat yang akan mereka gunakan adalah Irkut Mc-25 buatan Rusia.
Setali tiga uang dengan 2 perusahaan BUMN diatas, nasib PT. Industri Gelas atau Iglas pun kini diujung tanduk padahal pada masa jayanya perusahaan yang memproduksi kemasan berbahan gelas ini merajai pasar kemasan beling di Indonesia.
Menurut data PT.PPA, 36 persen pangsa pasar kemasan berbahan gelas dari berbagai merek minuman di Indonesia di suplai dari perusahaan yang didirikan di Gresik pada tahun 1955 ini.
40 persen botol beling kemasan minuman produksi Coca-Cola dengan berbagai macam variasinya untuk suplai kawasan Asia berasal dari PT.Iglas ini.Â
Namun akibat perkembangan jaman, pasar kemasan beling tergerus kemasan plastik yang dianggap oleh produsen minuman lebuh efesien.
Sayangnya menyikapi perubahan ini manajemen Iglas tak begitu tangkas, akibatnya performa mereka kian menurun. Menurut laporan keuangan PT.Iglas tahun 2018 seperti yang saya kutip dari situs PT.PPA, perusahaan ini masih membukukan pendapatan senilai Rp. 690 juta dan memperoleh pendapatan lain-lain hingga Rp.2,4 miliar.
Sayangnya beban usaha perusahaan justru lebih tinggi dibandingkan pendapatannya yakni sebesar Rp.6,56 miliar. Selain itu beban lain-lain yang harus ditanggung persero pun cukup besar yakni Rp. 57,13 miliar, pun demikian dengan beban bunga utang yang harus dibayarkan mencapai Rp.48,42 miliar.
Alhasil tekor besar melanda perseroan yang pada tahun 2018 tersebut harus mengalami rugi bersih senilai Rp. 84,61 miliar.