Bukan kali ini saja pejabat publik melakukan somasi kepada para pihak yang dianggap mencemarkan nama baiknya akibat bangunan "kritik" yang coba mereka sampaikan.
Tentunya kita masih ingat saat Indonesia Corruption Watch (ICW) di somasi oleh Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, terkait ucapan ICW bahwa ada keterlibatan Moeldoko dalam masalah kontroversi obat Covid-19 Ivermectin.
Kecenderungan pejabat publik melayangkan somasi, seperti yang dilakukan LBP dan Moeldoko dianggap oleh sejumlah pengamat politik sebagai sikap antikritik  dan anti terhadap sains.
Mengingat apa yang diucapkan oleh Haris dan Fatia serta ICW itu berdasarkan pada hasil penelitian.
Selain itu mereka pun beranggapan bahwa somasi yang dilayangkan tersebut merupakan upaya pembungkaman yang menghalangi kebebasan berpendapat.
Hal ini mengarah pada melegitimasi kekuasaan absolut dan pemerintah terkesan arogan terhadap para pihak yang bersuara sumbang.
Pendapat ini justru aneh menurut saya, wajar saja ketika hasil penelitian itu digugat berdasarkan fakta yang lain karena dianggap tidak berkesesuaian dengan fakta yang yang mereka miliki.
Sekarang mari kita telisik dulu apa arti Somasi. Somasi adalah surat teguran atau peringatan yang diberikan kepada calon tergugat dan pelaksanaanya diatur dalam pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jika somasi itu diindahkan atau dalam perjalanan prosesnya si calon tergugat berhasil meyakinkan calon penggugat bahwa ia akan atau telah memenuhi tuntutan dalam somasi tersebut, somasi itu akan dicabut dan permasalahan dianggap selesai.
Dalam hal somasi yang dilayangkan oleh Luhut dan Moeldoko mereka meminta para pihak tersebut untuk memberikan klarifikasi terhadap pernyataan -pernyataan yang mereka buat.
Jika memang seperti yang mereka ungkapkan bahwa pernyataan mereka merupakan hasil penelitian ya tinggal beberkan saja bukti-bukti penelitian otentiknya.