Tak heran makanya kemudian, Â isu vaksinasi gotong royong individu berbayar itu menjadi bahan gorengan yang sedap.
Mereka menuduh pemerintah menjadikan vaksin Covid-19 itu sebagai komoditas ditengah kesulitan masyarakat sesuatu yang pada dasarnya memang tidak bijak pemilihan waktu dan sosialisasinya yang kurang.
Padahal tujuan pemerintah sebenarnya baik yaitu untuk mempercepat herd immunity agar Indonesia segera terbebas dari pandemi Covid-19.
Tapi ya itu eksekusinya terkesan serampangan, pemerintah seperti menjilat ludahnya sendiri, di awal program vaksinasi Covid-19 akan dilakukan.
Presiden Jokowi pada bulan Desember 2020 memberi pernyataan bahwa vaksinasi Covid-19 gratis, tak berbayar bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dan alur pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan skala prioritas, siapa paling berisiko mereka lah yang paling pertama mendapatkannya.
Contohnya  tenaga kesehatan, TNI, dan Polri adalah pihak-pihak pertama yang memperoleh kesempatan vaksinasi lantaran mereka memiliki potensi tertular yang sangat tinggi.
Ketika vaksin memang belum tersedia ya masyarakat harus bersabar dan antri. Belakangan vaksin berbagai merk sudah masuk dalam jumlah cukup masif, menurut Retno Marsudi Menteri Luar Negeri seperti dilansir Kompas.Com hingga saat ini vaksin yang telah masuk Indonesia berjumlah 119.735.200 dosis vaksin.
"Indonesia telah mendapatkan dan menerima 119.735.200 dosis vaksin, baik dari pengadaan bilateral maupun kerja sama multilateral," kata Retno
Rinciannya, terbanyak datang dari vaksin produksi Sinovac dengan 108,5 juta dosis, 1,5 juta dosis Sinophram, 8,23 juta dosis Astrazaneca yang didapat secara multilateral dengan fasilitas COVAX.
Sementara dari hasil pendekatan bilateral, ada sekitar 998 ribu dosis vaksin Astrazeneca dari pemerintah Jepang dan 500 ribu dosis dari Uni Emirat Arab.