Allahu Akbar... Allahu Akbar.. Allahu Akbar Walilla Hilham..
Gema Takbir mengagungkan Asma Allah memenuhi setiap ruang-ruang kehidupan dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah.
Bagi seorang Muslim, tentu tidak ada yang lebih melegakan daripada merayakan kemenangan setelah mampu melewati tantangan dan godaan selama bulan puasa.
Godaan yang tentu sifatnya sangat beragam, mulai dari rasa lapar dan haus, sampai kepada hal-hal berperilaku, mengalahkan rasa marah, dendam, perkataan yang tidak baik serta menghindari menyakiti perasaan orang lain.
Nilai Hari Raya Idul Fiitri dalam pandangan Islam bukanlah semata-mata diartikan sebagai rutinitas tahunan biasa. Hal inu harus dimaknai oleh kaum muslimin sebagai bentuk suka cita karena keutamaan dan karunia Allah SWT.
Dan salah satu karunia Allah SWT adalah perbedaan yang terjadi diantara  umat manusia dan saling menghargai perbedaan tersebut.
Terdapat hal-hal indah di hari Raya Idul Fitri kali ini, di hari yang sama umat Kristiani tengah merayakan Kenaikan Isa Al Masih.
Ini seperti sebuah pertanda, bahwa kita harus saling menghargai keyakinan satu sama lain, yang diejawantahkan dalam bentuk toleransi dalam beragama.
Mungkin saja merayakan hari raya 2 agama berbeda dalam saat bersamaan kerap terjadi, tetapi kali ini menjadi sangat krusial untuk dimaknai secara lebih dalam.
Lantaran, jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, saat ini akar-akar dikotomi sedang menjalar ke seluruh tanah negeri ini.
Dikotomi ini lebih lanjut bukan lagi dilihat sebagai perbedaan ideologi atau sudut pandang saja, tetapi lebih jauh dari itu menjadi sebuah klasifikasi antara siapa yang menjadi kawan dan siapa yang menjadi lawan.
Untuk merekat kembali dikotomi yang kini terjadi dan terlihat tak akan segera berakhir, butuh penataan ulang melalui pemikiran tokoh Nahdlatul Ulama KH Ahmad Siddiq dengan konsep Trilogi Ukwuwah, yakni Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathaniyah, dan Ukhuwah Insaniyah.
Ukhuwah Islamiyah. Prinsip ukhuwah ini menjadikan hubungan antar sesama umat Islam menjadi harmonis dan mampu menjadi sebuah kekuatan besar untuk bersama-sama membumikan nilai-nilai Islam.
Ukhuwah Islamiyah menjadi sebuah ikatan, tidak saja secara emosional, namun juga secara sprititual. Dengan modal ini, maka perbedaan-perbedaan yang tidak prinsipil antar umat Islam tidak perlu menjadi sebuah perpecahan.
Ukhuwah Wathaniyah. Yaitu berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Â
Hal ini merupakan modal dasar untuk melakukan pergaulan sosial dan dialog dengan pelbagai komponen bangsa Indonesia yang tentu saja tidak terbatas pada satu agama semata.Â
Namun lebih dari itu, ukhuwah wathaniyah adalah sebuah komitmen persaudaraan antar seluruh masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam agama, suku, bahasa dan budaya.
Ukhuwah Insaniyah, prinsip ukhuwah ini dilandasi bahwa sesama manusia adalah saling bersaudara. Â
Karena berasal dari ayah dan ibu yang satu, yakni Adam dan Hawa. Hubungan persaudaraan ini merupakan kunci dari semua persaudaraan, terlepas dari status agama, suku bangsa atau pun sekat geografis, karena nilai utama dari persaudaraan ini adalah kemanusiaan.
Hal ini mengingatkan kita, bahwa kita memang bukan saudara seiman, tetapi bersaudara dalam berbangsa dan lebih jauh lagi bersaudara dalam kemanusian.
Sejatinya,nilai-nilai kemanusian menempatkan arasy tertinggi dalam posisinya sebagai manusia.
Mari kita jadikan momentum Idul Fitri dan Kenaikan Isa Al Masih ini menjadi landasan pijak bagi kita untuk saling menghargai perbedaan, melalui sikap toleransi antar umat beragama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H