Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ironi Pandemi Covid-19 di Pasar Tanah Abang, antara Kepentingan Ekonomi dan Kesehatan

3 Mei 2021   06:41 Diperbarui: 6 Mei 2021   04:46 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh sangat miris menyaksikan lautan manusia di Pasar Tanah Abang di akhir pekan, Sabtu (01/05/21) dan Minggu (02/05/21) kemarin.

Mungkin hal itu biasa terjadi saat situasi dan kondisi normal, tetapi di kala pandemi Covid-19 seperti saat ini membuat kita semua bertanya-tanya, apakah mereka tak memahami  virus corona potensial sekali menyebar ditengah kerumunan masif seperti itu?

Rupanya ketakutan mereka terhadap virus, dikalahkan dengan telak oleh hasrat ekonomi dan berpenampilan baru di saat Hari Raya Idul Fitri.

Bayangkan pada hari Sabtu, menurut data dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti dilansir berbagai media daring 87 ribu orang memadati semua blok di Pasar Tanah Abang.

"Kasus yang kemarin hari Sabtu saja sudah hampir 200 persen dari kapasitas dari Pasar Tanah Abang," kata Sekda DKI Marullah Matali, seperti dilansir Detik.com, Minggu(02/05/21).

Tak heran jika berjubel begitu rupa hingga tak menyisakan tempat sama sekali, menjaga jarak menjadi sebuah kemustahilan.

Ndilalahnya, meskipun kerumunan dalam jumlah masif itu diberitakan secara luas oleh berbagai media, masyarakat sepertinya tak merasa jeri.

Keesokan harinya, Minggu (02/05/21) jumlah pengunjung Pasar Grosir pakaian terbesar se-Asia Tenggara ini, meningkat lebih banyak lagi hingga mencapai lebih dari 100 ribu orang.

"Jadi berbeda dengan hari-hari sebelumnya hari Sabtu kemarin terjadi lonjakan jumlah pengunjung yang pada hari 2 sebelumnya sekitar 35 ribu kemarin melonjak menjadi 87 ribu dan hari ini data sementara diperkirakan sekitar 100 ribu pengunjung," kata Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Padahal menurut pihak Pemprov DKI, kapasitas Pasar Tanah Abang hanya sekitar 35 ribu orang saja., ya tak heran juga jika pasar tersebut benar-benar sesak.

Saya jadi ingat kejadian di India, saat mereka terlihat melakukan ritual keagamaan di Sungai Gangga berjubel begitu rupa, tak lama kemudian tsunami kasus Covid-19 menghantam India dengan rata-rata pertambahan pasien baru diatas 300 ribu orang perhari dengan tingkat kematian yang sangat tinggi.

Kita semua tentu saja berharap hal itu tak terjadi di Indonesia, tapi sekali lagi kondisi kerumunan masif di Tanah Abang akhir pekan kemarin sangat potensial menggiring Indonesia mengalami kenaikan pasien baru Covid-19.

Pemerintah baik pusat maupun daerah, sepertinya tak berdaya. menghadapi situasi ini, ambiguitas kebijakan dan implementasi keseimbangan urusan ekonomi dan kesehatan yang tak diterapkan secara disiplin membuat peristiwa kerumunan masif di Tanah Abang bisa terjadi.

Memang Pemprov DKI sudah menyiapkan petugas hingga ribuan di sana untuk mengingatkan standar protokol kesehatan kepada para pengunjung maupun pedagang, tapi bisa apa mereka dengan jumlah pengunjung sebanyak itu.

Masyarakat sendiri, entah karena sudah capai dengan segala urusan covad covid seolah mengabaikan aturan protokol kesehatan yang ada.

Mungkin saja mereka menggunakan masker,  namun dalam situasi padat seperti itu sirkulasi udara menjadi berkurang, oksigen segar menipis bernapas menjadi agak sulit apalagi menggunakan masker, akibatnya masker sudah hampir pasti d ibuka tutup, disaat dibuka itulah potensi penyebaran virus membesar.

Apalagi para pengunjung berada dalam situasi padat itu lumayan lama, droplet bisa mendarat dimana saja.

Lebih jauh lagi, ternyata kenaikan pengunjung di Tanah Abang memberi efek tambahan berupa kenaikan penumpang kereta api listrik Jabodetabek hingga 45 ribu orang di akhir pekan kemarin.

Kekhawatiran kluster penularan Covid-19 tambah menjadi, Pemerintah DKI atau Pusat sebenarnya bisa saja menutup total Pasar Tanah Abang.

Namun, efeknya pasti akan buruk bagi ekonomi. Tapi jika itu harus dilakukan pemerintah harus berani melakukannya.

Pengaturan jam waktu tutup kios pedagang seperti diterapkan mulai  hari Senin (03/05/21) tak akan efektif.

Semoga saja kehawatiran muncilnya  kluster Tanah Abang tak menjadi kenyataan, dan masyarakta Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta aman dari tsunami kasus baru Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun