Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran dari Ledakan Amarah Jason Tjakrawinata, Penganiaya Perawat di Palembang

17 April 2021   11:01 Diperbarui: 17 April 2021   11:15 3770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Jagat dunia maya hari Jumat (16/04/21) kemarin diramaikan oleh video viral penganiyaan yang dilakukan oleh seorang pria terhadap seorang perawat di Rumah Sakit Siloam Palembang.

Emosi sesaat melihat tangan anaknya terluka setelah infusnya dicabut oleh perawat yang kemudian ia aniaya, itu yang menurut polisi menjadi dasar tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pria yang kemudian diketahu bernama Jason Tjakrawinata tersebut.

"Motif tersangka, karena emosi sesaat yang tak terbendung. Ia mengaku saat itu lelah sudah empat hari menjaga anaknya di rumah sakit tersebut. Ia emosi melihat tangan anaknya yang terluka usai di cabut infusnya oleh korban," kata Kapolrestabes Palembang, Kombes Irvan Prawira, seperti dilansir detik.com, Sabtu (17/04/21).

Kini Jason sudah ditangkap dan ditahan pihak kepolisian, untuk penyelidikan lebih lanjut. Kemudian seperti biasa begitu ditangkap polisi para pelaku kejahatan dengan terbata-bata akan mengucapkan permintaan maaf.

"Maaf saya khilaf, saya emosi" itulah kalimat standar yang selalu diucapkan bila tersangka sudah diborgol dan berbaju oranye.

Ia berusaha mencari pembenaran dan pemakluman atas tindakannya yang menyebabkan perawat yang dianiayanya lebam-lebam dan menderita trauma cukup berat.

"Anak saya sudah empat hari di rawat di sana dan saya harus bolak-balik untuk menjenguknya. Mendengar infus anak saya dilepas hingga anak saya menangis saya tidak terima," ujar Jason 

Apapun alasan Jason, tak ada satu pun alasan yang membolehkan seseorang melakukan kekerasan terhadap orang lain.

Atas perbuatannya tersebut Jason akan dijerat pasal 351 KUHP dengan ancaman 2 tahun 8 bulan penjara.

Apalagi konon katanya, menurut sejumlah media daring,  Istri Jason sempat mengunggah lewat akun instagram miliknya yang menyatakan bahwa anaknya lah yang telah dianiaya hingga tangannya berdarah. 

Ia disebutkan berusaha membela tindakan sang suami yang berangasan penuh amarah hingga tega menganiaya seorang perempuan di depan anaknya sendiri

Kejadian ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, apalagi kita dalam suasana Ramadan yang memang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola amarah.

Sebetulnya apa yang terjadi pada Jason bisa terjadi terhadap siapa saja termasuk kita semua, lantaran salah satu sifat dasar manusia ya marah itu,  apalagi mereka yang memang memiliki karakter tamperamental.

Menurut Pakar Psikologi dari University of Alabama Dolf Zillman  dalam bukunya bertajuk "Emotional Intelegence" pemicu amarah yang universal adalah perasaan terancam bahaya.

Dalam kasus Jason mungkin ancaman bahaya itu dilihat akan terjadi pada seseorang yang ia sangat sayangi, anaknya.

Kejadian itulah yang disebut Zillman menimbulkan lonjakan emosi yang cukup intens, yang dipicu oleh naiknya secara drastis limbik yang berakibat ganda terhadap otak.

Salah satu bagian lonjakan tersebut adalah dikeluarkannya zat katekolamin, yang membangkitkan gelombang energi cepat sesaat, cukup untuk melakukan "serangkaian tindakan dahsyat"

Dan jika mengacu pada konteks Jason, seperti yang kita saksikan lewat videonya yang viral dan tersebar di dunia maya, Jason ketika melakukan penganiayaan terhadap perawat tersebut terlihat sangat intens dan seolah seperti orang yang tengah kesurupan memukul  membabi buta.

Ini lah fakta bahwa ledakan amarah yang tak terkendali dapat merugikan diri sendiri dan lingkungan disekitarnya.

Kini Jason harus mendekam di tahanan polisi untuk kemudian akan diproses secara hukum, perawat yang menjadi korban kemarahannya harus dirawat untuk trauma fisik maupun psikologis-nya.

Sang anak tentu saja akan terimbas demi melihat ayahnya menganiaya perempuan dihadapannya, dan istrinya harus menanggung penderitaan yang cukup panjang karena suaminya ditahan dan tentu saja akan ada stigma sosial yang terkadang sangat kejam.

Lantas bagaimana caranya mengelola amarah itu agar tak meledak seperti yang dilakukan Jason Tjakrawinata yang akhirnya bersifat destruktif.

Menurut sejumlah sumber tips sederhana menghindari amarah meledak tak terkontrol adalah, tarik nafas dalam-dalam dan panjang ketika petir kemarahan menyambar pikiran kita. 

Coba tahan jangan melakukan apapun selama beberapa detik, tenangkan diri, bila dibutuhkan tinggalkan saja tempat atau apapun yang memicu amarah tersebut, usahakan tidak berbicara apapun.

Karena ketika bertukar kata dalam suasana emosi akan dapat menaikan lebih tinggi lagi amarah tersebut.

So, jika memang ledakan amarah kerap terjadi konsultasi lah pada psikiater karena bisa jadi mengalami gangguan kepribadian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun