Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surat Wasiat Zakiah Aini Sang Peneror di Mabes Polri, Membuat Kita Miris

1 April 2021   07:26 Diperbarui: 1 April 2021   14:51 4481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Indeknews.com

Pelaku teror di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia seharusnya lebih menyadarkan bahwa bahaya laten radikalisme itu lebih nyata adanya dibandingkan dengan bahaya laten isme-isme lainya.

Saya sepakat dengan ungkapan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Agil Sirodj, yang menyatakan bahwa radikalisme lebih berbahaya dibanding komunisme.

"Mohon maaf, saya berani mengatakan bukan PKI bahaya laten kita, tapi radikalisme dan terorisme yang selalu mengancam kita sekarang ini," kata Said dalam sebuah seminar virtual, seperti dilansir CNNIndonesia Selasa (30/03/21).

Bayangkan seorang wanita yang sangat banal seperti kita semua, berani melakukan tindakan "bunuh diri" seperti itu, atas dasar sebuah ajaran yang sebenarnya mungkin saja tak benar-benar ia pahami,  tapi ia yakini sedemikian rupa hingga tanpa ba bi bu lagi  Zakiah Aini melakukan tindakan yang menurut manusia normal merupakan tindakan konyol.

Meskipun dalam pemikiran wanita yang sudah tercekoki radikalisme, tindakannya itu merupakan upaya dia untuk meraih "ticket to heaven"

Hal itu tergambar sangat jelas ketika membaca surat wasiat yang ia tinggalkan untuk keluarganya. Sungguh sangat miris ketika membacanya.

Sebuah surat wasiat yang menggambarkan kepadatan dan kepekatan pikiran di usia yang masih bisa disebut sangat muda itu.

Tergambar jelas ia begitu mencintai sekaligus sangat membenci untuk sesuatu hal yang sebenarnya tak ia pahami secara fasih. 

Ia merasa dirinya lebih tahu kebenaran dibandingkan seluruh dunia yang mengelilingnya, tapi pembuktiannya akan ia berikan hanya setelah dirinya meninggalkan tempat palsu ini.

Zakiah seolah mengucapkan, bahwa dirinya harus pergi mendahului semua keluarga dan lingkungan sekitarnya, agar ia bisa menyiapkan segala hal saat kalian tiba kelak.

"Sementara kita berpisah kurangilah kepalsuan agar kalian layak untuk dijemput"

Begitulah kira-kira cara berpikirnya yang sungguh sangatlah sederhana seperti tersurat sangat jelas dalam kesimpulan yang sepertinya ia ingin ungkapkan melalui aksi "bunuh dirinya" itu.

Bahwa dia harus mati bersama sesuatu yang dibencinya tersebut, lantaran ia sangat yakin hal itu lah yang membuat dirinya meraih satu tiket menuju surganya.

Karena begitu yakin akan tindakannya tersebut membuatnya tak merasa memiliki niat buruk. Sebaliknya justru niat tersebut menurut pemikirannya "sungguh sangat mulia".

Ia benar-benar telah menutup mata hati dan nalarnya, doktrin-doktrin radikalisme telah menyusup dan memenuhi relung pikirannya sehingga tak memberi tempat bagi nalar yang sehat.

Ini lah yang sebenarnya harus benar-benar disikat habis oleh negara ini, seperti yang diungkapkan KH Said Agil, Radikalisme itu bahaya laten yang nyata dan bisa menghinggapi siapa saja.

Di bagian pamungkas surat wasiat itu, sang Wanita muda peneror itu menegaskan ideologi politiknya. Dengan mengutip pemikiran-pemikiran yang berseliweran di dunia maya, tentang betapa terlarangnya Pancasila, demokrasi, yang dianggapnya bakal mencederai pemahaman agama yang ia anut dan sangat diyakininya.

Yang menjadi masalah bukan kekerasan seperti yang ia lakukan, tetapi ide besar dibalik manifestasi kekerasan tersebut yang bisa saja membuat Indonesia kehilangan satu generasi. 

Jangan sampai bonus demografi yang pada tahun 2030-an akan mencapai puncaknya menjadi defisit substansi.

Fakta bahwa 2 aksi terorisme beberapa hari belakangan itu memang cukup mengejutkan, bukan hanya karena kekerasannya semata, tapi setelah mengetahui bahwa para pelakunya datang dari kalangan muda, pertengahan milenial.

Kita semua bisa jadi kaget dengan fakta ini, jangan-jangan selama ini generasi muda kita sudah dicuri oleh paham radikalisme.

Memberantas paham radikalisme ini sepertinya sangat sulit,menimpakan semua pekerjaan tersebut pada negara tak akan mampu menyelesaikan hal tersebut, meskipun negara lah yang harus memimpin upaya itu.

Mulailah dengan mengakui bahwa aksi-aksi terorisme di Indonesia itu memang berlandaskan agama, dan agama itu adalah Islam.

Mereka berhasil membajak Islam yang rahmatan lil alamin yang memberi rahmat bagi sekalian alam, menjadi penuh kekerasan dan kebencian.

Upaya sejumlah pihak yang menarasikan bahwa agama tak ada hubungannya dengan terorisme  itu merupakan sebuah keanehan, meskipun saya bisa memahami hingga titik tertentu.

Bayangkan di negeri ini semua hal harus dihubungkan dengan agama mulai dari urusan sistem kenegaraan, urusan pendidikan, urusan keuangan dan perbankan, urusan wisata, urusan vaksin bahkan urusan makanan dan pakaian pun harus dihubungkan dan selalu dikait-kaitkan dengan agama.

Lucunya giliran terorisme yang sudah sangat jelas berkaitan dengan agama, pihak -pihak tersebut menolak untuk dikaitkan dengan agama apapun karena bisa menimbulkan fitnah kilahnya.

Bahkan politisi PKS  Bukhori Yusuf mengatakan bahwa akar permasalahan dari terorisme ini adalah ketidakadilan bukan masalah agama.

"Dalam kaitannya, terorisme dan radikalisme menurut saya pemicu terbesarnya itu adalah ketidakadilan dalam kehidupan, dalam kesejahteraan dan kesenjangan dalam mengakses kesempatan," ucap anggota Komisi VIII DPR itu.seperti dilansir Detik.com, Selasa (30/03/21).

Ketidakadilan terhadap apa? 

Jelas dan terang jika kita mengamati surat wasiat para pelaku teror belakangan ini alasan mereka melakukan aksi terorisme itu atas dasar keyakinan agama yang mereka salah pahami akibat  narasi-narasi cuci otak yang menyebutkan umat Islam diperlakukan tidak adil seperti yang kerap didengung-dengungkan oleh PKS, eks FPI, dan eks HTI.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Profesor Psikologi Georgetown University berkebangsaan Iran, Fathali  M.Moghaddam, seperti di lansir The Conversation, isu ketidakadilan seperti yang dinarasikan oleh PKS merupakan awal dari indoktrinasi menuju radikalisme yang berujung pada aksi terorisme.

Narasi-narasi yang terkesan melindungi radikalisme itu harus dipunahkan dari negeri ini.

Jangan sampai muncul Zakiah Aini yang lain, Lukman yang lain atau siapapun orang muda lain yang sebenarnya masih memiliki masa depan yang jauh membentang dihadapan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun