Begitulah kira-kira cara berpikirnya yang sungguh sangatlah sederhana seperti tersurat sangat jelas dalam kesimpulan yang sepertinya ia ingin ungkapkan melalui aksi "bunuh dirinya" itu.
Bahwa dia harus mati bersama sesuatu yang dibencinya tersebut, lantaran ia sangat yakin hal itu lah yang membuat dirinya meraih satu tiket menuju surganya.
Karena begitu yakin akan tindakannya tersebut membuatnya tak merasa memiliki niat buruk. Sebaliknya justru niat tersebut menurut pemikirannya "sungguh sangat mulia".
Ia benar-benar telah menutup mata hati dan nalarnya, doktrin-doktrin radikalisme telah menyusup dan memenuhi relung pikirannya sehingga tak memberi tempat bagi nalar yang sehat.
Ini lah yang sebenarnya harus benar-benar disikat habis oleh negara ini, seperti yang diungkapkan KH Said Agil, Radikalisme itu bahaya laten yang nyata dan bisa menghinggapi siapa saja.
Di bagian pamungkas surat wasiat itu, sang Wanita muda peneror itu menegaskan ideologi politiknya. Dengan mengutip pemikiran-pemikiran yang berseliweran di dunia maya, tentang betapa terlarangnya Pancasila, demokrasi, yang dianggapnya bakal mencederai pemahaman agama yang ia anut dan sangat diyakininya.
Yang menjadi masalah bukan kekerasan seperti yang ia lakukan, tetapi ide besar dibalik manifestasi kekerasan tersebut yang bisa saja membuat Indonesia kehilangan satu generasi.Â
Jangan sampai bonus demografi yang pada tahun 2030-an akan mencapai puncaknya menjadi defisit substansi.
Fakta bahwa 2 aksi terorisme beberapa hari belakangan itu memang cukup mengejutkan, bukan hanya karena kekerasannya semata, tapi setelah mengetahui bahwa para pelakunya datang dari kalangan muda, pertengahan milenial.
Kita semua bisa jadi kaget dengan fakta ini, jangan-jangan selama ini generasi muda kita sudah dicuri oleh paham radikalisme.
Memberantas paham radikalisme ini sepertinya sangat sulit,menimpakan semua pekerjaan tersebut pada negara tak akan mampu menyelesaikan hal tersebut, meskipun negara lah yang harus memimpin upaya itu.