Kisruh di tubuh Partai Demokrat kini memasuki epsiode baru, setelah Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia menolak pendaftaran hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang diselenggarakan Kubu Moeldoko lantaran setelah dilakukan assesment belum dilengkapi sejumlah dokumen.
"Dari hasil pemeriksaan dan atau verifikasi terhadap seluruh kelengkapan dokumen fisik, sebagaimana yang dipersyaratkan masih ada beberapa kelengkapan yang belum dipenuhi," kata Menkumham Yasonna Laoly,seperti dilansir Detik.com. Rabu (31/3/21).
Dokumen yang belum dilengakapi tersebut adalah mulai dari persoalan DPC, DPD, serta surat mandat untuk menghadiri KLB yang dilaksanakan di Sibolangit Sumatera Utara 5 Maret 2021 lalu.
Penolakan Pemerintah Jokowi terhadap Hasil KLB Demokrat versi Moeldoko ini menunjukan bahwa tuduhan-tuduhan selama ini terhadap Presiden Jokowi berada dibalik manuver Moeldoko menjadi terbantahkan secara telak.
Tudingan bahwa Jokowi dibalik semua gerakan Moeldoko sebenarnya bisa dipahami lantaran mantan Panglima TNI di era Presiden Soesilo Bambang Yudhonoyono merupakan orang dalam Istana yang bisa disebut sebagai tangan kanan Presdien Jokowi.
Tapi para penuding itu lupa, bahwa Jokowi secara pribadi tak pernah mau ikut campur dalam urusan Partai lain apalagi untuk melanggengkan kekuasaannya.
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat versi Cikeas Andi Malarangeng sempat menuding secara implisit bahwa Jokowi membiarkan Moeldoko melakukan manuver untuk merebut kendali di PD.
"Bagi saya masa sih orang lingkaran dalam Presiden, bertemu setiap hari dengan Presiden kira-kira mau jadi ketua umum partai kira-kira ngomong dulu enggak? Masa enggak minta izin, masa enggak ngomong. Kalau betul itu dilakukan dan kemudian dibiarkan saya khawatir ini memang pemerintahan Pak Jokowi membiarkan kejadian semacam ini," kata Andi Mallarangeng seperti dilansir Beritasatu.com, Sabtu (06/03/21).Â
Kemudian hal senada pun diungkapkan oleh Wasekjen PD Andi Arief yang menyebut Jokowi lembek dalam membela demokrasi.
Selain dari kubu Demokrat AHY, para pengamat politik pun banyak melakukan framing bahwa Pemerintah Jokowi ada di balik semua kekisruhan di Partai Demokrat, bahkan ada yang mengaitkan hal tersebut dengan wacana masa jabatan Presiden 3 periode.
Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Voxpol Centre and Consulting Pangi Syarwi Chaniago.
"Kita juga layak bertanya dan patut curiga agenda apa yang sedang di desain pemerintah? Mungkinkah amandemen UUD 1945 terutama kaitannya dengan periode jabatan presiden yang mau ditambah menjadi tiga periode? Apa pun agendanya, kita layak curiga karena cara-cara culas sudah pasti tujuannya akan merugikan kita semua," katanya, seperti yang dilansir Republika, Senin (08/03/21).
Tuduhan serupa juga datang dari Partai oposisi PKS yang kerap mendiskreditkan Pemerintahan Jokowi tanpa dasar yang jelas. Mardani Ali Sera salah satu Ketua DPP PKS menyebutkan bahwa Jokowi seharusnya memiliki tanggung jawab moral terkait keterlibatan Moeldoko dalam "mengkudeta" AHY dari Kursi Ketua Umum Partai Demokrat.
"Pak Jokowi punya tanggung jawab moral. publik wajar kalau punya persepsi aksi Pak Moeldoko diketahui ataupun diberi izin Pak Jokowi. Karena posisi KSP itu lingkaran dalam pemerintahan," ujar Mardani seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (08/03/21).Â
Rasanya mereka yang menuding-nuding Jokowi dan pemerintahannya berada dibalik manuver Moeldoko ini harus meminta maaf. Jika benar pemerintah ada dibalik semua drama PD ini sudah barang tentu dengan mudah mereka akan meloloskan hasil KLB Demokrat versi Moeldoko.
Jadi kisruh di Demokrat ini sejak awal merupakan masalah internal partai, sebagian pihak tidak puas dengan kepemimpinan AHY dan pemusatan kekuasaan di Demokrat terhadap Klan Yudhoyono, itu saja.
Namun, karena Moeldoko tiba-tiba ikut cawe-cawe karena diajak oleh mereka yang tidak puas itu akhirnya berimbas pada Jokowi dan pemerintahannya.
Meskipun Pemerintah telah menolak hasil KLB Demokrat, saya kira Kubu Moeldoko tak akan tinggal diam, besar kemungkinan mereka akan mengajukan keputusan pemerintah ini ke Pengadilan Tata Usaha Milik Negara (PTUN).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H