"Kita juga layak bertanya dan patut curiga agenda apa yang sedang di desain pemerintah? Mungkinkah amandemen UUD 1945 terutama kaitannya dengan periode jabatan presiden yang mau ditambah menjadi tiga periode? Apa pun agendanya, kita layak curiga karena cara-cara culas sudah pasti tujuannya akan merugikan kita semua," katanya, seperti yang dilansir Republika, Senin (08/03/21).
Tuduhan serupa juga datang dari Partai oposisi PKS yang kerap mendiskreditkan Pemerintahan Jokowi tanpa dasar yang jelas. Mardani Ali Sera salah satu Ketua DPP PKS menyebutkan bahwa Jokowi seharusnya memiliki tanggung jawab moral terkait keterlibatan Moeldoko dalam "mengkudeta" AHY dari Kursi Ketua Umum Partai Demokrat.
"Pak Jokowi punya tanggung jawab moral. publik wajar kalau punya persepsi aksi Pak Moeldoko diketahui ataupun diberi izin Pak Jokowi. Karena posisi KSP itu lingkaran dalam pemerintahan," ujar Mardani seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (08/03/21).Â
Rasanya mereka yang menuding-nuding Jokowi dan pemerintahannya berada dibalik manuver Moeldoko ini harus meminta maaf. Jika benar pemerintah ada dibalik semua drama PD ini sudah barang tentu dengan mudah mereka akan meloloskan hasil KLB Demokrat versi Moeldoko.
Jadi kisruh di Demokrat ini sejak awal merupakan masalah internal partai, sebagian pihak tidak puas dengan kepemimpinan AHY dan pemusatan kekuasaan di Demokrat terhadap Klan Yudhoyono, itu saja.
Namun, karena Moeldoko tiba-tiba ikut cawe-cawe karena diajak oleh mereka yang tidak puas itu akhirnya berimbas pada Jokowi dan pemerintahannya.
Meskipun Pemerintah telah menolak hasil KLB Demokrat, saya kira Kubu Moeldoko tak akan tinggal diam, besar kemungkinan mereka akan mengajukan keputusan pemerintah ini ke Pengadilan Tata Usaha Milik Negara (PTUN).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H