Demokrat versi AHY seperti mendapat panggung dengan adanya Demokrat versi  KLB ini, mereka merespon begitu rupa seolah dunia ini mau kiamat besok.
SBY dengan gesturnya yang khas, ekspresi sendu yang diwarnai kantung mata yang terlihat agak bengkak karena kurang tidur, serta telapak tangan yang diletakkan di dada area sekitar jantung berdetak.
Mengiri ungkapan kemarahannya pada "KSP Moeldoko" karena berani-beraninya mengkudeta kepemimpinan his beloved son AHY.
Terlihat benar ia tengah membangun citra, bahwa dirinya dan Klan Yudhoyono beserta para antek-anteknya tengah didzalami oleh pihak yang lebih berkuasa.
Padahal sebetulnya, kita pun tak pernah tahu secara pasti manfaat dan tujuan "kudeta" ini bagi Moeldoko atau seperti yang diucapkan banyak pihak di PD versi Cikeas bagi kekuasaan Jokowi.
Menurut Prof Salim, kans Moeldoko untuk menjadi Presiden Indonesia dalam pemilu 2024 itu sangat kecil apapun upayanya.
Secara politik Moeldoko tak memiliki cantelan kemanapun, pengalaman di dunia politik pun nyaris nol, meskipun katanya ia pun pernah di Partai Hanura atau coba mendekati Golkar seperti diklaim Jusuf Kalla.
Diluar itu semenjak reformasi, tak ada satu pun mantan Panglima TNI yang mampu menjadi Presiden. Jadi klaim kubu PD versi Cikeas bahwa Moeldoko mengambil alih PD untuk dijadikan kendaraannya menuju RI 1, bisa disebut tak valid.
Jika pun benar ambisi Moeldoko itu, kenapa harus Demokrat?
Posisi PD dengan perolehan suara dalam pemilu 2019 lalu hanya 7,7 persen tak akan mampu membawa Moeldoko kemanapun.Â
Apalagi dalam survey terbaru Litbang Kompas yang diadakan pada 27 Desember 2020 hingga 9 Januari 2021 dengan melibatkan 2.000 responden yang dipilih secara acak di 34 provinsi. Tingkat kepercayaan survei 95 persen dengan margin of error 2,83 persen, elektabilitas Demokrat  4,6 persen saja.