Soeharto sendiri mengakui, bahwa mayat yang dibunuh petrus sengaja digeletakan dimana-mana, agar memberi shock therapy.
"Biar mereka terguncang, dan orang banyak bisa mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya" ujar Soeharto.
Hal senada diungkapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Intelejen Negara (BAKIN) saat itu, Â Mayjen TNI Yoga Soegomo.Â
Ia menyatakan tak perlu lah siapapun mempersoalkan para penjahat yang mati misterius, toh ini demi kepentingan masyarakat yang lebih besar.
Sebuah ungkapan yang sangat pragmatis, dari seorang pejabat intelejen yang saat itu sangat ditakuti. Jika sudah melibatkan BAKIN dijamin siapapun yang berhadapan dengan mereka akan menjadi gemetar, saking sakti-nya.
Ada sinyalemen yang beredar dimasyarakat saat itu, bahwa salah satu operator petrus ini adalah dari kalangan intelejen Indonesia.
Mereka biasanya menggunakan mobil Toyota Land Cruiser 80an yang saat itu dikenal dengan nama Hardtop saat mobilisasi operasi petrus ini.
Ingat betul saya saat itu ketika seorang paman saya bercerita, bahwa mereka yang merasa dirinya preman atau memiliki tato akan blingsatan untuk bersembunyi jika melihat mobil jenis ini.
Selain itu, mereka yang bertato ramai-ramai menghilangkan rajahan ditubuhnya dengan berbagai cara termasuk dengan menyetrika bagian tubuhnya yang bertato tersebut.
Mereka yang merasa dirinya preman atau pelaku kriminal melarikan diri , hidup nomaden dan bersembunyi hingga tinggal di atas gunung untuk menghindari moncong senjata petrus.
Kondisi ini dialami oleh salah seorang "penyintas" petrus, Bathi Mulyono seperti yang ia sampaikan dalam sebuah kesempatan.