Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Naturalisasi Sungai ala Anies Baswedan Berakhir Menjadi Normalisasi Sungai ala Ahok

10 Maret 2021   11:20 Diperbarui: 10 Maret 2021   11:51 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makanya tak heran jika program naturalisasi tak pernah dieksekusi.

Sebenarnya masyarakat Jakarta tak butuh tata kata dalam penamaan program mengatasi banjir, mau normalisasi kek, mau naturalisasi kek terserah yang penting program penanganan banjir itu dilaksanakan dan banjir di Jakarta bisa diatasi, udah itu saja.

Memang benar, tak ada satu pun Gubernur DKI Jakarta selama ini yang mampu menangani banjir ini secara tuntas yang membuat Jakarta bebas banjir. Tetapi sebenarnya program normalisasi sungai yang dicanangkan saat Jokowi-Ahok memimpin DKI  pada periode 2012-2017 sudah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Dan dampaknya sudah terlihat ke arah penanganan banjir yang lebih baik lagi terbukti dengan mulai berkurangnya titik genangan dan durasi keberadaan genangan air menurun saat banjir terjadi di wilayah DKI pada akhir masa Gubernur Ahok saat itu.

Normalisasi sungai dimulai pada 2013, saat Jokowi melakukan normalisasi sungai dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC).

Program ini kemudian dilanjutkan oleh Ahok saat menggantikan Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta. Saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Ahok optimistis permasalahan banjir yang kerap melanda wilayah ibu kota dapat diselesaikan dengan melakukan normalisasi terhadap seluruh sungai dan waduk.

Menurut Ahok, air di sungai maupun waduk dapat meluap apabila hujan terus mengguyur ibu kota. Apalagi jika daya tampung air pada sungai dan waduk berkurang akibat bangunan yang berdiri di atas atau bantarannya.

Lantaran banyaknya bangunan liar yang berdiri di bantaran sungai tersebut mengakibatkan penyempitan. Sehingga daya tampungnya ikut berkurang.

Karena itu, dalam melanjutkan program normalisasi, Ahok menggusur pemukiman di bantaran sungai dan warga dipindahkan ke rumah susun. Setelah itu, daerah aliran sungai lalu dilebarkan dan dibeton demi menampung limpasan air dari daerah hulu saat musim hujan.

Berdasarkan catatan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), pada 2014 terdapat 26 kasus penggusuran dengan korban sekitar 3.751 kepala keluaraga atau 13.852 jiwa. 

Kemudian pada 2015, telah terjadi penggusuran 41 kasus di 5 wilayah kotamadya DKI Jakarta dengan korban 5.805 kepala keluarga atau 24.817 jiwa. Lalu di 2016, terdapat 24 kasus panggusuran dengan korban sekitar 3.899 kepala keluarga atau 15.599 jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun