Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Moeldoko Enggan Mundur, Lebih Baik Jokowi Memundurkannya

8 Maret 2021   07:56 Diperbarui: 8 Maret 2021   08:31 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya bukan fanboy-nya Ketua Umum Partai Demokrat versi Cikeas, Agus Harimurty Yudhoyono atau Sang Pepo Susilo Bambang Yudhoyono, apalagi anggota atau simpatisan PD.

Tapi kali ini saya sepakat dengan mereka terkait tindakan Moeldoko yang disebut tidak memiliki etika politik saat ia menerima jabatan sebagai Ketua Umum Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Sibolangit seperti yang kita semua saksikan Sabtu (06/03/21) kemarin.

Andai saja Moeldoko yang melakukan "kudeta" bukan Kepala Staf Presiden mungkin urusan PD ini  tak akan seramai saat ini.

Meskipun saya sangat yakin juga, andai Moeldoko bukan KSP ia tak akan memiliki amunisi yang cukup untuk melakukan "kudeta"

Betul memang Moeldoko memiliki hak politik untuk melakukan langkah-langkah seperti  yang ia lakukan saat ini.

Namun, tetap saja dibutuhkan etika atau fatsun kehidupan berpolitik  dalam setiap tindakan apalagi melakukan langkah politik sangat besar seperti aneksasi partai Demokrat ini.

Di sisi lain, tindakan Moeldoko ini akan berdampak sangat buruk pada pemerintahan Jokowi. Tak ada yang salah memang dengan ucapan Menteri Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD yang menyatakan bahwa pemerintah tak memiliki hak untuk melarang atau mengintervensi kegiatan internal parpol. Apalagi mendalangi KLB Sibolangit itu.

"Kemudian saudara, kalau saya menyebut hal kita tidak bisa melarang KLB karena ini masih ada saja orang menuduh, KLB itu dilindungi, endak ada, ndak ada urusannnya, pemerintah enggak melindungi KLB di Medan," ujar Mahfud dalam keterangan video Kemenko Polhukam, seperti dilansir Kompas.com, Minggu (07/03/21).

Tapi pemerintah harus mafhum atas tuduhan tersebut, karena Moeldoko itu bisa disebut sebagai orang dekat Jokowi. 

Agak sulit dicerna dengan akal sehat andai lingkungan kerjanya di KSP tak mengetahui agenda yang disebut oleh Moeldoko "urusan Moeldoko sebagai pribadi."

Apakah Jokowi tahu? Tentu saja ia tahu, tapi jika ditanya kemudian apakah ia terlibat, mengizinkan atau mendukung, 1000 persen saya sangat yakin tidak.

Meskipun Moeldoko tak memberitahukan langsung, Jokowi pastinya memiliki perangkat informasi  yang cukup untuk mendeteksi langkah anak buahnya apalagi dengan jabatan sepenting Moeldoko.

Lantas kenapa diam, karena ia tahu tak bisa melarang hak politik seseorang sepanjang Moeldoko tak mengatasnamakan Istana, KSP, atau Pemerintahannya.

Dan memang benar, berkali-kali Moeldoko menyampaikan bahwa langkahnya itu merupakan langkah pribadinya as a person, bukan langkah Istana, KSP apalagi pemerintah.

Tapi apakah Moeldoko lupa, langkah yang dilakukannya ini akan memiliki efek pada Jokowi dan pemerintahannya secara keseluruhan.

Saya yakin langkah yang dilakukannya sudah lewat perhitungan yang sangat matang dan strategik, rencana kontijensi pun mungkin sudah dia rancang dengan mempertimbangkan segala kemungkinan.

Termasuk di dalamnya opsi bahwa ia harus mundur atau dimundurkan dari jabatannya sebagai Kepala KSP. 

Mungkin saat ini Moeldoko tengah mengkalkulasi ulang kemungkinan-kemungkinan itu. Demikian juga dengan Jokowi, saya rasa Presiden pun memiliki opsi untuk memberhentikan Moeldoko sebagai KSP  apabila efeknya terhadap pemerintah sangat mengganggu.

Andai kalkulasi ulang Moeldoko tak memberikan opsi kepada dirinya untuk mundur, saya rasa Jokowi lah yang harus bergerak dan meminta Moeldoko secara informal untuk mundur dari KSP. 

Politik kan seni berkompromi dengan saling menjaga kehormatan masing-masing. Dan itu lah yang sebaiknya dilakukan Jokowi agar pemerintah dan dirinya tak terseret tindakan yang dilakukan oleh anak buahnya.

Dengan langkah tersebut, Jokowi  menunjukan bahwa benar ia sama sekali tak ada urusannya dengan tindakan Moeldoko tersebut.

Selain itu, dengan memundurkan Moeldoko secara strategi politik itu sangat bagus untuk membungkam upaya "playing victim" yang dilakukan Klan Yudhoyono.

Melihat dan mendengar "drama terdzalimi" yang dipertontonkan oleh mereka, serasa menonton serial "Dynasty" di Netflix. 

Dan itu sangat mengganggu, terdzalami kok dijadikan alat untuk menaikan elektabilitas politik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun