Kita kan masyarakat Indonesia sudah sangat mafhum akan isu-isu yang akan dikait-kaitkan dengan agama, wong itu makanan sehari-hari kita kok.
Pertanyaannya kemudian, apakah setelah pencabutan lampiran Perpres nomor 10/2021 tentang Miras ini, segala minuman berakohol  tradisional yang diproduksi dan beredar saat ini di berbagai wilayah Indonesia, peredaran dan produksinya akan berhenti?
Jawabannya " Ya tentu tidak"Â
Menurut Staf Kepresiden Ali Muchtar Ngabalin, meskipun lampiran Perpres miras dicabut, daerah-daerah yang menghasilkan minuman keras lokal akan beroperasi seperti biasa.
Jadi bisa dikatakan tak ada pengaruhnya dengan volume peredaran miras seperti yang saat ini tengah berjalan, atau bisa jadi akan terus memburuk.
Artinya produsen miras lokal akan tetap beroperasi dengan semrawut tanpa standar produksi  dan peredaran yang jelas. Padahal dalam lampiran beleid tersebut diatur standar teknis produksi yang dapat menghindarkan para penikmat yang secara tradisional mengkonsumsi alkohol dari ancaman kehilangan nyawa.
Riset Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan sepanjang 2008 hingga 2013 ada sekitar 230 korban tewas akibat mengonsumsi miras tak berizin. Kemudian pada 2014 - 2018, jumlah korbannya naik dua kali lipat mencapai sekitar 540 orang.
Harus disadari juga bahwa pembukaan keran investasi seperti yang diatur dalam beleid tersebut tak akan serta merta berimplikasi pada meningkatnya konsumsi miras yang pembatasannya, dan tata cara penjualan standar usia konsumen, sudah diatur dalam sejumlah aturan pemerintah.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia ini hanya mengkonsumsi sekitar 0,8 liter minuman beralkohol per kapita per tahun, jauh dibanding rata-rata konsumsi di Asia Tenggara yang ada diangka 3,4 liter per kapita per tahun.
Artinya jika angka yang dicatat oleh WHO tadi lebih rendah dari fakta dilapangan, sebagian besar konsumsi minuman beralkohol di Indonesia itu tak tercatat alias ilegal.
Dengan fakta-fakta ini, sebenarnya beleid ini tak bisa dibilang buruk juga lantaran beleid ini mengatur atau menata ulang produksi dan peredaran miras tradisional agar aman dan sscara ekonomi mampu mengungkit pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang secara tradisional banyak produsen miras, dan konsumennya menjadi lebih terlindungi, bukan mencari konsumen baru, apalagi sebagai upaya legalisasi miras.