Misalnya, pengguna akan ditawarkan untuk melakukan upgrade level dari 5 menjadi 2, dan untuk itu pengguna wajib menyetorkan dana setara dengan 10 Vtube Poin (VP).
Kemudian dalam waktu tak terlalu lama, pengguna akan mendapatkan kelipatan VP hingga menjadi 3.500 VP. Intinya pengguna di-encourage lewat iming-iming keuntungan lebih besar dan cepat untuk membayarkan sejumlah uang terlebih dahulu.
Ini persis seperti "Multi Level Marketing" bodong, yang akan diuntungkan adalah mereka yang berada diatas atau mereka yang duluan menjadi pengguna, sementara yang dibawah atau yang menjadi pengguna belakangan tinggal mendapatkan keraknya.
Bahkan setelah mencapai titik tertentu dan roda perputaran pengguna berhenti berputar, uang yang dikeluarkan para pengguna di level bawah akan hangus tak berbekas.
Itu lah skema money game, meskipun biasanya uang yang dikeluarkan para pengguna (tertipu) rata-rata tak terlalu besar namun karena volume pengguna sangat banyak, angka yang bakal digangsir si penipu itu menjadi sangat besar.
Sebenarnya tak berbeda jauh juga cara kerjanya dengan Ponzi Scheme, bedanya kalo money game itu bersifat vertikal, sementara skema ponzi itu bersifat horizontal.
Sederhananya, begini uang milik si A, digunakan untuk membayar si B, uang si B digunakan untuk menutupi investasi si C, guliran skema ini pasti akan menemukan titik akhir.
Dan saat itulah kasus ini akan meledak, biasanya ditandai dengan mulai tersendat-sendatnya pembayaran beberapa waktu sebelum rodanya mulai terhenti.
Contoh terakhir Investasi bodong yang menggunakan skema ponzi adalah penipuan investasi pohon jati jabon yang dilakukan oleh PT. Global Media Nusantara, yang Rabu (24/02/21) kemarin terungkap.
Ada sekitar 124 ribu orang dari seluruh Indonesia yang tertipu oleh investasi abal-abal ini, dengan nilai kerugian masyarakat mencapai Rp.375 milyar.
Kemudian saya dengar investasi tak jelas lain terjadi juga di Aceh yakni bisnis pakaian syariah Yaisa Boutique. Mereka di duga melakukan penipuan investasi dengan iming-iming keuntungan hingga 50 persen dari uang yang disetor, dengan nilai kerugian masyarakat hingga Rp 20 milyar dan ini semua dilakukan tanpa izin dari OJK.