Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY untuk Demokrat atau Demokrat untuk AHY?

17 Februari 2021   15:27 Diperbarui: 17 Februari 2021   15:36 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agus Harimurty Yudhoyono atau AHY adalah "center of the universe" bagi seluruh anggota Partai Demokrat. Seluruh elite partai berlambang logo mercy berjibaku sangat keras untuk "menempatkan" AHY sebagai tujuan hidup dari Partai Demokrat.

Seolah tujuan bergulirnya operasional Demokrat saat ini adalah untuk mendorong AHY meraih kekuasaan, tak perlu heran juga sebenarnya dengan kondisi ini karena niat awal pendirian Partai Demokrat pada 2001 pun untuk mengusung Soesilo Bambang Yudhoyono meraih kursi RI 1.

Jadi tujuan hidup Partai Demokrat di awal pendiriannya adalah memberi kendaraan kepada SBY yang saat itu memiliki elektabilitas cukup tinggi akibat "drama terdzalami"  untuk bertarung dalam pemilihan presiden 2004.

Meskipun tujuan awalnya sangat taktis hanya menyediakan kendaraan bagi SBY untuk menjadi Presiden RI, tetapi menurut beberapa pendirinya, secara konsep Partai Demokrat  dirancang umtuk menjadi partai modern dengan struktur dan manajemen yang mengacu pada good governance yang terjaga.

Namun dalam perjalanannya  konsep kepartaian modern seperti tak berjalan apalagi setelah menjadi besar, keluarga Yudhoyono menjadi sangat dominan.

Akhirnya seiring berjalannya waktu tak terhindarkan lagi PD menjadi "partai keluarga" paling tidak itulah yang diucapkan oleh salah seorang pendiri PD Etty Manduapessy yang menyebutkan bahwa PD sudah tidak sesuai dengan konsep awal pendiriannya.

"Jadi, mereka atur Demokrat ini kayak atur mereka punya perusahaan di rumah sendiri, makanya kita kesal sebagai pendiri ini kesal, bahwa kita sudah lari dari kesepakatan awal, kesepakatan awal tidak begitu, kita berjuang untuk negara, bukan berjuang untuk keluarga," kata Etty, seperti dilansir Sindonews.Com. Rabu (03/02/21).

Fakta itu menjadi semakin terlihat setelah AHY yang belum genap 3 tahun menjadi anggota PD tiba-tiba menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

Walaupun sebenarnya terpilihnya AHY sebagai Ketum PD tak terlalu mengejutkan juga, lantaran sinyal-sinyal  yang menunjukan keterpilihan AHY sudah menguar ke ruang publik sejak lama.

Apakah dengan menjadi "partai keluarga" PD tak layak disebut lagi menjadi partai modern, seperti konsep awalnya.

Secara teori ada 7 indikator sebuah partai disebut sebagai partai modern. Pertama ideloginya harus terbuka, kedua, cara kerjanya demokratis dan desentralistik.

Ketiga, kepemimpinannya institusional dan bersifat kolektif. Keempat, manajemen konflik dikelola secara institusional dan terbuka.

Kelima, basis dukungan terdiri dari kelompok kepentingan transaksional konstituen. Keenam, pemosisian calon pemilih adalah konsumen pemilih aktif.

Dan yang terakhir adalah fungsi partai yang harus bergerak maksimal.

Jika mengacu pada 7 indikator tersebut dalam beberapa hal bisa lah PD disebut sebagai partai modern, tetapi apakah itu merupakan  pseudo-modern yang hanya seolah-olah modern, kita masyarakat luas tak pernah tahu apa yang terjadi dibelakang layarnya.

Sebenarnya jika ditelisik lebih jauh sebagian partai politik lain di Indonesia melakukan langkah hampir serupa dengan Demokrat.

Golongan Karya pada masa Orde Baru sepenuhnya dikendalikan oleh keluarga Soeharto, demikian pula dengan PDIP  bisa dikatakan sebagai milik klan Soekarno yang menempatkan Megawati Soekarnoputri sebagai pemilik sahnya.

Demikian pula dengan Gerindra yang bisa saja di kuasai oleh sanak saudara Prabowo Subianto Djojohadikoesomo.

Meskipun demikian saya melihat partai-partai lain tak seperti Demokrat yang terkesan memaksakan AHY untuk menjadikan AHY sebagai pusat segala tindakan yang dilakukan partai.

Keluarga Yudhoyono sepertinya memang telah mempersiapkan AHY sejak lama untuk menjadi penerus SBY.

Tentunya kita ingat betul, dengan alasan untuk kepentingan partai AHY ditarik pulang oleh kedua orang tuanya dan dipaksa menanggalkan baju dinas militernya untuk maju dalam Pilkada DKI 2017.

Pencalonannya sebagai calon gubernur DKI merupakan langkah pembuka bagi AHY untuk berkiprah di dunia politik. Dengan peliputan yang begitu luas, kalah pun tak menjadi masalah, karena itu hanyalah panggung perkenalan bagi AHY untuk dikenal dan menjadi idola pendukung PD.

Kemudian SBY dan Demokratnya mencoba menyiapkan panggung yang lebih besar dalam pilpres 2019. 

Mereka mendadani AHY sekeren mungkin agar dipinang Prabowo untuk menjadi calon wakil presidennya, meskipun para konsultannya telah mendandani citra AHY sedemikan rupa, tapi ya kita lihat hasilnya, lagi-lagi gagal dilakukan, Prabowo ternyata lebih memilih anak muda lain dari partainya sendiri, Sandiaga Uno.

Kemudian beberapa kali menjajaki kemungkinan dimasukan ke dalam kabinet Jokowi, setelah Jokowi dinyatakan sebagai pemenang dalam pilpres 2019.

Sekali lagi gagal lantaran sikap SBY dan Demokrat yang terkesan setengah hati dan ambigu dalam mendukung koalisi Jokowi. Padahal harapannya jika duduk sebagai menteri dirinya bisa tetap berada di pusaran politik nasional.

Dan akhirnya yang paling mungkin dilakukan adalah menahbiskan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, agar namanya tak tenggelam.

Memang berhasil dan dalam Kongres Nasional PD, AHY secara "aklamasi" dipilih menjadi Ketua umum. Meskipun belakangan, setelah isu "kudeta" ramai, mulai terkuak bahwa sebetulnya banyak anggota PD yang keberatan terkait dipilihnya AHY tersebut.

Meskipun elite PD berulang kali mengungkapkan bahwa Demokrat solid, faktanya memang tak solid-solid amat.

Kalau memang solid mengapa harus risau dengan infiltrasi dari eksternal partai. Begitu saja logika sederhananya.

Saya berpandangan bahwa ini sebenarnya bukan tentang Demokrat tapi tentang AHY, jika AHY tak lagi menjadi Ketum Demokrat namanya akan lebih tenggelam dan cita-cita SBY dan keluarganya untuk menjadikan AHY sebagai seorang pemimpin nasional akan semakin jauh.

Makanya reaksi dari elite partai sangat dahsyat, bahkan mereka berani menyinggung sejumlah pihak yang selama ini membesarkan Demokrat sebagai pihak yang ikut terlibat dalam "kudeta" tersebut.

Selain itu reaksi  mereka yang berkirim surat pada Presiden Jokowi lantaran Moeldoko dituding terlibat dalam kudeta tersebut ramai menjadi perbincangan publik dan hal ini seolah menjadi panggung untuk kembali mengingatkan masyarakat bahwa AHY itu masih ada.

Dengan fakta tersebut agak sulit untuk mengingkari bahwa Partai Demokrat saat ini diciptakan untuk AHY. Padahal menurut salah seorang kader senior PD, Marzuki Alie jika Demokrat mau tetap bertahan menjadi partai besar dan modern harus memiliki sistem kaderisasi yang baik.

 "Tak bisa seseorang yang baru 3 tahun menjadi anggota partai tiba-tiba jadi Ketua Umum"ujarnya.

Artinya Demokrat jika tetap ingin menjadi sebuah partai besar harus mulai bertransformasi dari partai keluarga menjadi partai modern dengan memperkuat struktur partai dan kaderisasi.

Dan mulai menggeser "center of the universe" dari klan Yudhoyono ke penguatan fundamental partai. Meskipun saya tidak yakin ini bisa dilakukan, karena SBY dan Keluarganya terlalu kuat di internal partai dan sepertinya mereka pun tak akan mau tergeser.

Dengan kondisi ini bisa jadi Demokrat akan semakin tenggelam dalam pemilu 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun