Ketiga, kepemimpinannya institusional dan bersifat kolektif. Keempat, manajemen konflik dikelola secara institusional dan terbuka.
Kelima, basis dukungan terdiri dari kelompok kepentingan transaksional konstituen. Keenam, pemosisian calon pemilih adalah konsumen pemilih aktif.
Dan yang terakhir adalah fungsi partai yang harus bergerak maksimal.
Jika mengacu pada 7 indikator tersebut dalam beberapa hal bisa lah PD disebut sebagai partai modern, tetapi apakah itu merupakan  pseudo-modern yang hanya seolah-olah modern, kita masyarakat luas tak pernah tahu apa yang terjadi dibelakang layarnya.
Sebenarnya jika ditelisik lebih jauh sebagian partai politik lain di Indonesia melakukan langkah hampir serupa dengan Demokrat.
Golongan Karya pada masa Orde Baru sepenuhnya dikendalikan oleh keluarga Soeharto, demikian pula dengan PDIP Â bisa dikatakan sebagai milik klan Soekarno yang menempatkan Megawati Soekarnoputri sebagai pemilik sahnya.
Demikian pula dengan Gerindra yang bisa saja di kuasai oleh sanak saudara Prabowo Subianto Djojohadikoesomo.
Meskipun demikian saya melihat partai-partai lain tak seperti Demokrat yang terkesan memaksakan AHY untuk menjadikan AHY sebagai pusat segala tindakan yang dilakukan partai.
Keluarga Yudhoyono sepertinya memang telah mempersiapkan AHY sejak lama untuk menjadi penerus SBY.
Tentunya kita ingat betul, dengan alasan untuk kepentingan partai AHY ditarik pulang oleh kedua orang tuanya dan dipaksa menanggalkan baju dinas militernya untuk maju dalam Pilkada DKI 2017.
Pencalonannya sebagai calon gubernur DKI merupakan langkah pembuka bagi AHY untuk berkiprah di dunia politik. Dengan peliputan yang begitu luas, kalah pun tak menjadi masalah, karena itu hanyalah panggung perkenalan bagi AHY untuk dikenal dan menjadi idola pendukung PD.