Gojek dan Tokopedia dua perusahaan rintisan decacorn Indonesia dikabarkan dalam waktu tak lama lagi akan menggabungkan diri alias merger.
Konon katanya menurut sejumlah media dan sumber-sumber yang bisa dipercaya keduanya tengah menandatangini kesepakatan untuk melakukan due dilligence dalam rangka mengetahui isi dapur masing-masing perusahaan.
Due dilligence atau uji kelayakan ini merupakan proses normal yang dilakukan dalam setiap aksi korporasi semacam merger ini, dan biasanya berlangsung beberapa bulan.
Andai Gojek dan Tokopedia ini jadi bergabung, maka integrasi model bisnis keduanya bakal menjadi sebuah ekosistem digital yang sulit tertandingi.
Sebetulnya, isu merger Gojek dengan perusahaan rintisan lain bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya perusahaan yang didirikan oleh Nadiem Makarim ini dikabarkan akan merger dengan sesama pengusung raid hailing, namun karena beberapa alasan akhirnya kabar itu tak benar-benar terjadi.
Jika saat itu Gojek dan Grab bergabung, maka pasar akan tidak sehat lantaran mereka dalam lini bisnis yang sama, hal ini akan memunculkan monopoli. Masyarakat akan dirugikan dan mungkin saja pemerintah tak akan menyetujui bergabungnya 2 perusahaan rintisan tersebut.
Akan berbeda jika Gojek bergabung dengan Tokopedia, mereka di lini bisnis yang berlainan, keduanya akan saling melengkapi Gojek yang fokus di raid hailing dan pembayaran digital sementara Tokopedia di bidang ecommerce dan logistik.
Gabungan keduanya akan menghasilkan sinergi positif terhadap ekosistem bisnis rintisan digital secara keseluruhan.
Dan pada saat bersamaan masyarakat pun tidak akan kekurangan pilihan layanan, seperti jika Gojek bergabung dengan Grab. Isu monopoli lini bisnis tak akan terjadi.
Merger Gojek dan Tokopedia andai benar-benar terjadi maka perusahaan hasil penggabungan itu bakal memliki valuasi sekitar US$ 20 miliar, atau setara dengan Rp. 280 triliun.
Angka yang luar biasa fantastis, valuasi sebesar ini hanya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan konglomerasi besar Indonesia yang sahamnya masuk jajaran kategori blue chip di Bursa Efek Indonesia seperti Astra Internasional.
Andai skenario merger ini berjalan mulus dan terjadi, eksosistem bisnis digital di tanah air akan terbantu menjadi lebih mature dan terintegrasi.
Bayangkan saja, Gojek memiliki 38 juta pengguna aktif setiap bulannya sementara  di Tokopedia pengguna aktif bulanannya mencapai 100 juta akun.
Sinergi penggabungan keduanya dari sisi pelanggan akan sangat menguntungkan, basis pelanggan mereka dan nilai transaksinya akan melesat naik. Tak hanya itu saja yang akan meningkat, Tokopedia bakal memperoleh akses untuk jasa antar dan logistik dengan lebih efesien.
Ongkos pengirimin yang menjadi salah satu komponen yang sangat diperhitungkan pelanggan saat memesan barang di platform e commerce, bakal bisa ditekan se-ekonomis mungkin. Hal ini bisa memancing konsumen untuk lebih memilih layanan Tokopedia bagi pilihan belanjanya.
Di sisi kemitraan, Â Gojek memiliki mitra yang nyaris serupa dengan mitra Tokopedia sebagian besar dari mereka merupakan pengusaha UMKM, yang membedakan Gojek memiliki driver sebagai mitranya.
Jika digabungkan mitra dari kedua usaha itu mencapai 10 juta mitra dan potensi pertumbuhannya masih sangat luas seiring masih terbukanya ruang-ruang industri digital di Indonesia yang terus meningkat.
Keduanya bisa saja menjadi lebih agresif untuk mendorong dan membuka akses bagi para UMKM yang selama ini bisnis modelnya masih offline menjadi online melalui platform yang mereka kelola.
Dengan semakin banyaknya mitra, maka pilihan bagi konsumen menjadi lebih banyak hal ini bakal menggiring konsumen untuk menggunakan platform keduanya.
Bagi konsumen kondisi ini pun akan sangat menguntungkan lantaran pilihan dalam berbelanja lebih banyak tanpa harus cape-cape keluar masuk mengakses berbagai layanan digital lain.
Apalagi Gojek, memiliki  bisnis pembayaran digital Gopay sebagai e-wallet dan kini mereka pun memiliki Bank Jago yang baru mereka akuisisi sebagai penopangnya.
Artinya Gojek lewat Gopay bisa meningkatkan penggunaan layanan  e-wallet untuk transaksi di Tokopedia yang jumlah transaksinya luar biasa besar, nilai transaksi di Tokopedia menurut data tahun 2019 yang diliris mereka,  mencapai Rp.222 triliun.
Sementara Bank Jago yang dimiliki oleh Gojek bisa membantu pembiayaan untuk mitra drivernya dan menyalurkan kredit untuk para mitra Go food maupun pelapak online yang ada di Tokopedia.
Tak pelak lagi jika kedua perusahaan rintisan tersebut benar-benar bergabung, bakal menjadi sebuah sinergi luar biasa yang akan membawa eksosistem bisnis digital Indonesia menjadi lebih matang lagi dan bisa menjadi lokomotif yang akan menarik bisnis digital Indonesia ke tempat yang lebih memiliki manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.
Namun ada satu hal yang membuat saya khawatir terrkait isu penggabungan ini, masalah data.
Data merupakan aset yang sangat berharga dan mahal di era digital ini. Integrasi dan kolaborasi keduanya lewat merger tentu saja akan membuat duo start up tersebut punya akses data yang sangat besar yang tentunya bisa dimonetisasi.
Mereka bahkan bisa saja memonopoli data pengguna Indonesia. Dengan kondisi ini mungkin saja ada penyalahgunaan data yang mereka miliki itu, meskipun mungkin secara institusi mereka akan berusaha maksimal agar data itu terlindungi, namun secara individu kita tak pernah tahu.
Mungkin kita masih ingat jutaan data pelanggan Tokopedia  merembes keluar dan diperjualbelikan, inilah yang harus benar-benar diperhatikan.
Terlepas dari itu, jika merger Gojek dan Tokopedia ini terjadi, harapannya bisa berimplikasi positif bagi perkembangan ekosistem dan ekonomi digital di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H