Teringatnya saya di awal mulai menulis di laman blog keroyokan milik grup media besar Kompas dengan merk dagang Kompasiana pada April 2019.
Waktu itu saya sama sekali tak begitu paham bagaimana menulis dengan baik, dan tentu saja tulisan yang saya posting di Kompasiana pun jauh dari kata bagus atau bahkan sekedar layak baca.
Namun, di tengah rasa kurang pecaya diri itu, ada sesosok senior yang saat itu saya tak kenal siapa dia. Ia selalu datang memberi saya rating dan meninggalkan komentar di tulisan saya yang tak bagus itu.
Saya merasa disemangati olehnya, dan tahukah sosok itu siapa dialah Pak Tjiptadinata Effendi. Saya cari tahu kemudian dengan membuka profilnya di laman Kompasiana.
Ternyata ia seorang senior dengan tulisannya.yang sangat bagus, sederhana namun rasanya jleb banget, banyak membahas masalah keseharian dan perjalanan hidupnya yang sangat menarik untuk disimak.
Bagi saya kunjungannya ke artikel itu adalah sebuah sanjungan sekaligus penyemangat untuk terus menulis, bayangkan orang yang baru belajar menulis dikunjungi oleh senior yang sudah banyak menulis buku-buku terlaris, dalam benak saya pasti orang ini sangat istimewa "a very humble person".
Dari situ saya terus memperhatikan dan mengikuti seluruh tulisannya, cara pak Tjip berkomunikasi dan bergaul dengan Kompasianer lain saya jiplak habis-habisan.
"Terima kasih sudah berkenan singgah" yang sering saya tulis untuk berterimakasih setiap ada Kompasianer  yang meninggalkan komentar di tulisan saya, merupakan komentar pak Tjip di kolom komentar tulisan saya di awal saya menulis, yang saya jiplak untuk menjadi ungkapan terimakasih pada siapapun yang mengomentari artikel yang saya tulis.
Lantas kata  "Salam" diakhir komentar dan membalas komentar, saya mengetahuinya dari cara pak Tjip berkomunikasi dengan Kompasioner lain.
Intinya awal perjalanan menulis saya di Kompasiana banyak diwarnai olehnya. Untuk itu saya harus berterimakasih kepada Pak Tjip yang dengan kerendahan hatinya secara tidak langsung telah menuntun saya pada "jalan yang benar".
Seiring perjalanan waktu kemudian saya tahu  ternyata pak Tjip pun mengunjungi hampir setiap tulisan yang ada di Kompasiana tak peduli tulisan itu milik senior atau pemula, bagus atau jelek, artikel utama bahkan peang pun ia kunjungi seraya bertukar salam.
Dari sini saya belajar lagi, dan saya pun berusaha untuk mengikuti langkahnya, meskipun kadang tak semua bisa saya kunjungi.
Seiring waktu kami kerap saling  berkomunikasi lewat saling berbagi komentar di laman artikel masing-masing.
Baru tahu lah saya ternyata Bu Rosalina TJiptadinata itu istri pak Tjip, saya mulai ngeh dari pola menulis dan berkomunikasinya pun tak jauh berbeda.
Saya tambah hormat kepada The Tjiptadinata Spouse ini dalam usia yang tak muda lagi, mereka berdua tetap semangat menularkan kebiasaan menulisnya.
Tak lelah menyemangati kita yang lebih muda dari mereka untuk terus menulis dan berkarya. Mereka bagikan cerita-cerita penyemangat bagi kami untuk terus berbuat hal positif.
Akhirul kalam, saya haturkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya karena Pak Tjip dan Bu Rose telah membimbing saya untuk terus menulis.
Terimakasih...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H