Berbagai narasi dan kabar bohong dibangun agar masyarakat percaya bahwa Jokowi adalah PKI dan para pendukungnya itu adalah pendukung PKI.
Lantas pada Pilkada DKI 2017, kondisinya lebih parah lagi FPI dan PKS Â beserta seluruh pendukungnya tak malu-malu lagi menggunakan simbol-simbol agama untuk politik kekuasaan memenangkan pasangan Anies-Sandi.
Kita tentu masih ingat yang memilih Ahok dalam Pilkada 2017 siapapun muslim di jakarta tak akan di shalatkan  mayatnya.
Kemudian berlanjut, simbol-simbol Islam kembali dipertontonkan oleh FPI dan para pendukung pasangan presiden lawan pasangan Jokowi-Maaruf Amin.
Padahal kurang Islam apa KH Maaruf Amin, ia seorang ulama besar, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia pula. Tapi FPI dengan piawai mampu membuat seolah keislaman para pendukung Jokowi itu dipertanyakan.
Mereka begitu piawai mendoktrin para pengikutnya bahwa jika anda Islami dukunglah yang mereka dukung.
Kondisi inilah kemudian menciptakan polarisasi yang sangat tajam di masyarakat Indonesia dalam Pilpres 2019 hingga residunya masih terasa sampai saat ini.
Mungkin polarisasi ini merugikan bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Tapi buat FPI dan segala doktrin keagamaannya kondisi ini sangat menguntungkan, karena yang "beriman" kepada mereka cakupannya bisa meluas.
Siapapun yang kecewa terhadap berbagai kebijakan Pemerintah Jokowi berpotensi bergabung dengan mereka, pola pikir yang sama juga dimiliki.oleh.PKS sebenarnya seperti yang diungkapkan oleh Presiden -nya Ahmad Syaikhu beberapa waktu lalu.
Kondisi ini kemudian didorong oleh faktor keempat, Teknologi Internet dan Media sosial yang membuat doktrin dan ideologi FPI ini masih melekat pada para anggota, pendukung, dan simpatisannya.
Media Sosial merupakan kendaraan pemantik polarisasi yang menguntungkan FPI dan para sekondannya itu, hingga doktrinnya begitu kuat merengkuh relung pemikiran para pengikutnya.