Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

FPI Menduduki Tanah Negara, Mengapa Baru Sekarang Dipermasalahkan?

26 Desember 2020   16:51 Diperbarui: 26 Desember 2020   17:15 3962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalah yang menimpa Front Pembela Islam  (FPI) sepertinya tak pernah ada hentinya, setelah Imam Besarnya di tahan pihak Kepolisian atas kasus pelanggaran protokol kesehatan dan penghasutan.

Kini lahan seluas 30,9 hektar yang digunakan untuk Pondok Pesantren Markaz Syariah milik Rizieq Shihab di Kawasan Megamendung Kabupaten Bogor, diminta kembali oleh pemiliknya yakni PTPN VIII Gunung Mas.

Menurut surat somasi  dari PTPN VIII kepada Ponpes Markaz Syariah tertanggal 18 Desember 2020 yang tersebar luas di media sosial, tertulis bahwa ada permasalahan penggunaan fisik tanah HGU PTPN VIII Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 30,91 hektar oleh Pondok Pesantren Agrikultur Markaz Syariah sejak tahun 2013 tanpa izin dan persetujuan PTPN VIII sebagai pemilik lahan.

Selain itu pihak PTPN VIII dalam somasinya tersebut,  meminta kepada pemilik Ponpes yakni FPI untuk segera mengosongkan lahan itu selambat-lambatnya 7 hari setelah somasi ini diterima.

Pihak FPI sendiri membenarkan adanya somasi tersebut, dan pada dasarnya mereka mengakui bahwa tanah itu milik negara. Tapi mengklaim bahwa tanah tersebut mereka beli dari para petani  pemilik HGU di kawasan tersebut.

Atas dasar itulah kemudian FPI bersedia meninggalkan dan mengosongkan lahan dimaksud, asal PTPN VIII memberikan ganti rugi.

"Bahwa pengurus MS-MM siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara. Tapi, silahkan ganti rugi uang keluarga dan umat yang sudah dikeluarkan untuk beli Over-Garap tanah," kata Wasekum FPI yang juga Kuasa Hukum FPI, Aziz Yanuar, seperti dilansitlr Suara.com, Jumat (25/12/20).

Disamping ganti rugi over garap, mereka juga meminta ganti rugi biaya pembangunan pesantren yang telah dibangun.

Hmmm, agak membingungkan juga logika FPI ini bagaimana mungkin PTPN VIII yang asetnya digunakan pihak lain tanpa seizinnya kemudian ketika meminta tanah itu kembali, mereka harus membayar ganti rugi.

Seharusnya FPI lah yang wajib membayar kepada PTPN VIII atas penggunaan tanah yang telah digunakan lebih dari 7 tahun sebagai salah satu markas FPI ini.

Apalagi kemudian FPI meminta ganti rugi atas biaya pembangunan pesantren yang sama sekali bukan urusan PTPN VIII.

Kasus-kasus seperti ini kerap terjadi di berbagai wilayah di seluruh Indonesia, tanah negara diduduki secara tidak sah dalam jangka waktu cukup lama begitu pihak yang menduduki itu diusir lantaran tanah itu akan dipergunakan oleh negara, mereka menuntut ganti rugi.

Biasanya pemerintah jika menghadapi masalah seperti ini, mereka akan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 40/1988 tentang Hak.Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai; Undang-Undang nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman; dan Peraturan Pemerintah no 51/1960 tentang Pelarangan Penggunaan Lahan Orang yang Berhak atau Wakil yang Diberi Kuasa.

Dalam ke-3 peraturan tersebut secara implisit  adanya pandangan bahwa bangunan yang dibangun secara illegal di atas tanah milik negara tidak harus dikompensasi, harus mengosongkan lahan/bangunan tersebut, dan bahkan bisa dipidana kalau tidak mengurus dengan baik.

Meskipun demikian FPI kelihatannya akan bersikeras untuk mendapatkan ganti rugi, dan kasus ini akan berakhir di pengadilan.

Lantaran menurut Azis, mereka memiliki bukti-bukti yang bisa dipergunakan sebagai landasan hukum. Kasus hukum tambahan ini bakal memberatkan FPI, karena selain kasus baru ini, kasus-kasus  yang berkaitan dengan Rizieq Shihab sang Imam Besar FPI membutuhkan atensi juga dari mereka.

Yang menggelitik untuk dipertanyakan sebenarnya adalah "mengapa sekarang?" Apakah karena FPI saat ini tengah dalam titik nadir sehingga kekuatannya sangat minimal dan itu akhirnya dimanfaatkan oleh PTPN VIII untuk mengambil kembali asetnya.

Masuk akal juga jika hal itu dilakukan BUMN perkebunan ini, bayangkan apa yang akan terjadi jika somasi ini dilakukan satu tahun ke belakang, demo berjilid-jilid akan menghujam mereka belum lagi mereka akan di cap mendzalami "UMAT ISLAM" klaim favorit FPI setiap menghadapi masalah.

Atau somasi ini merupakan bagian dari orkestrasi tekanan pemerintah terhadap FPI agar mereka benar-benar tak bisa jumawa dan berbuat semena-mena lagi seperti dulu.

Ada baiknya bagi FPI, Rizieq Shihab para simpatisan dan pendukungnya untuk mengubah strategi berorganisasi mereka, jika tak ingin terus berhadapan dengan masalah.

Walaupun sebenarnya saya ragu mereka akan mau mengubah pendekatan dan strateginya menjadi lebih soft karena segmen mereka memang di sana, jika mereka berubah ada kemungkinan akan ditinggalkan oleh para simpatisan dan pengikutnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun