Kasus-kasus seperti ini kerap terjadi di berbagai wilayah di seluruh Indonesia, tanah negara diduduki secara tidak sah dalam jangka waktu cukup lama begitu pihak yang menduduki itu diusir lantaran tanah itu akan dipergunakan oleh negara, mereka menuntut ganti rugi.
Biasanya pemerintah jika menghadapi masalah seperti ini, mereka akan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 40/1988 tentang Hak.Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai; Undang-Undang nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman; dan Peraturan Pemerintah no 51/1960 tentang Pelarangan Penggunaan Lahan Orang yang Berhak atau Wakil yang Diberi Kuasa.
Dalam ke-3 peraturan tersebut secara implisit  adanya pandangan bahwa bangunan yang dibangun secara illegal di atas tanah milik negara tidak harus dikompensasi, harus mengosongkan lahan/bangunan tersebut, dan bahkan bisa dipidana kalau tidak mengurus dengan baik.
Meskipun demikian FPI kelihatannya akan bersikeras untuk mendapatkan ganti rugi, dan kasus ini akan berakhir di pengadilan.
Lantaran menurut Azis, mereka memiliki bukti-bukti yang bisa dipergunakan sebagai landasan hukum. Kasus hukum tambahan ini bakal memberatkan FPI, karena selain kasus baru ini, kasus-kasus  yang berkaitan dengan Rizieq Shihab sang Imam Besar FPI membutuhkan atensi juga dari mereka.
Yang menggelitik untuk dipertanyakan sebenarnya adalah "mengapa sekarang?" Apakah karena FPI saat ini tengah dalam titik nadir sehingga kekuatannya sangat minimal dan itu akhirnya dimanfaatkan oleh PTPN VIII untuk mengambil kembali asetnya.
Masuk akal juga jika hal itu dilakukan BUMN perkebunan ini, bayangkan apa yang akan terjadi jika somasi ini dilakukan satu tahun ke belakang, demo berjilid-jilid akan menghujam mereka belum lagi mereka akan di cap mendzalami "UMAT ISLAM" klaim favorit FPI setiap menghadapi masalah.
Atau somasi ini merupakan bagian dari orkestrasi tekanan pemerintah terhadap FPI agar mereka benar-benar tak bisa jumawa dan berbuat semena-mena lagi seperti dulu.
Ada baiknya bagi FPI, Rizieq Shihab para simpatisan dan pendukungnya untuk mengubah strategi berorganisasi mereka, jika tak ingin terus berhadapan dengan masalah.
Walaupun sebenarnya saya ragu mereka akan mau mengubah pendekatan dan strateginya menjadi lebih soft karena segmen mereka memang di sana, jika mereka berubah ada kemungkinan akan ditinggalkan oleh para simpatisan dan pengikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H