Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Identitas Memaksa Prabowo-Sandi Harus Bergabung dalam Pemerintahan Jokowi-Ma'aruf Amin

25 Desember 2020   08:59 Diperbarui: 25 Desember 2020   09:04 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masuknya Sandiaga Salahudin Uno  mantan Calon Wakil Presiden pasangan 02 ke dalam jajaran Kabinet Indonesia Maju pimpinan Presiden Jokowi, sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melengkapi bergabungnya Prabowo Subianto  mantan Calon Presiden , keduanya merupakan mantan rival Jokowi-Maaruf dalam Pilpres 2019 lalu.

Mungkin hanya di Indonesia kontestan yang kalah dalam pertarungan pemilihan presiden akhirnya bergabung ke dalam pemerintahan yang memenangkan kontestasi politik memilih pemimpin negara 5 tahunan itu.

Banyak pihak yang mengapresiasi langkah Jokowi yang berbesar hati mau merangkul lawan politiknya dan menghargai betul kerendahan hati pasangan Prabowo-Sandi bersedia bergabung menjadi bagian pemerintahan Jokow-Maaruf.

Namun, banyak juga yang tak menyukai bergabungnya mantan pasangan 02 ini bersatu dengan pasangan 01 yang memenangkan ajang pemilihan presiden 2019.

Alasan untuk mempersatukan kembali masyarakat yang sempat terbelah dengan sangat tegas dalam pilpres 2019 memang sangat masuk akal.

Kita semua merasakanlah polarisasi tersebut, saya pun merasakan betul bagaiamana grup keluarga dan grup alumni menjadi terpecah begitu rupa karena berbeda pilihan politik saat itu.

Saya sempat bertengkar dengan tante saya gara-gara itu  mungkin ada banyak juga diantara kita semua yang mengalami hal yang serupa. Itu lah kenyataan yang ada begitu ekstremnya polarisasi saat itu.

Jadi ketika 2 pasangan itu akhirnya sepakat untuk bergabung saya memahami niat baik mereka. Tapi apakah niat baik tersebut bagus bagi sebuah bangunan demokrasi ke depan?

Saya kira untuk menuju sebuah demokrasi yang sempurna kondisi tersebut tak cukup membantu, karena demokrasi yang melahirkan sebuah pemerintahan yang baik itu seyogyanya memiliki penyeimbang yang nyaris setara, agar check and balances nya bisa terjaga.

Penyeimbang disini maksudnya adalah keberadaan kelompok "oposisi"yang sehat dan kuat, sehat itu artinya kritik-kritik yang disampaikan harus konstruktif dan rasional, bukan nyinyir dan selalu mencari celah untuk menyalahkan.

Namun faktanya, memang ada situasi anomali yang terjadi belakangan dalam konstelasi politik Indonesia atau bahkan dunia, yang membuat tindakan ekstrem harus dilakukan dengan bergabungnya 2 rival dalam satu keranjang pemerintahan yang sama.

Anomali itu adalah polarisasi yang sangat tajam akibat politik dan agama tidur satu ranjang yang kemudian melahirkan politik identitas dengan difasilitasi oleh kemajuan teknologi internet sehingga potensi perpecahan antar anak bangsa menjadi begitu terbuka.

Meskipun demikian bergabungnya 2 kekuatan politik itu tak jua bisa menghilangkan polarisasi di akar rumput namun paling tidak mengurangi ketajamannya, bayangkan saja andai Prabowo-Sandi dan Gerindra nya tak bergabung ke dalam koalisi pemerintah kegaduhan yang tidak produktif akan makin menjadi-jadi.

Saat ini saja hanya dengan PKS dan dibantu oleh kelompok-kelompok "oposisi partikelir" yang begitu keras bersuara, sibuk menyerang semua kebijakan pemerintah Jokowi, apapun itu tak peduli kebijakan itu baik atau tidak, riuh rendahnya kegaduhan itu cukup menggangu.

Kenapa itu bisa terjadi ya karena pihak yang berseberangan dengan pemerintah lebih suka menggunakan politik identitas sebagai basis ke-oposisi-an nya tersebut.

Istilah -istilah pemerintah membenci ulama, pemerintah tak  berpihak pada umat Islam dan sejumlah istilah yang sepertinya menggambarkan bahwa pemerintah itu menindas umat Islam menjadi jualan yang laris manis tanjung kimpul, yang membuat massa berkumpul.

Padahal faktanya kan 180 derajat berbeda dengan narasi yang kelompok-kelompok ini bangun, pertanyaannya,  umat Islam yang mana yang ditindas pemerintah? 

Bagaimana mau menindas wong Presidennya saja beragama Islam, Wakil Presiden nya seorang Ulama besar dan mayoritas penduduk Indonesia 87 persen nya adalah muslim.

Jadi yang mau ditindas itu Islam yang mana? Sedikit-sedikit Islam harus dibela, mulai dari Tuhannya, Kitab sucinya hingga nabinya, seringkih itu kah Islam?

Inilah bahayanya politik identitas dengan menggunakan agama sebagai landasan identitasnya. Saya sangat setuju dengan ungkapan yang diucapkan oleh Menteri Agama yang baru dilantik, Gus Yaqut

"Agama itu bukan untuk aspirasi, tapi inspirasi dalam berpolitik"

Ini lah yang akan membuat demokrasi bakal beranjak menuju sempurna. Jadi tak perlu ada lagi kejadian rival dalam pemilihan presiden kemudian bergabung menjadi anggota kabinet.

Demokrasi akan terbangun secara sehat apabila semua turut serta membantu membangunnya, sudahilah politik identitas ganti lah dengan politik gagasan dan ide-ide.

Selain alasan untuk mengurangi tensi polarisasi akibat politik identitas, bergabungnya kedua rival itu  ke dalam satu keranjang yang sama karena gagasan dan ide nya dalam membangun Indonesia tak jauh berbeda alias itu-itu juga.

Agak berbeda misalnya dengan  dua Partai besar di Amerika Serikat Demokrat dan Republik, tegas dan jelas gagasan dan ide nya itu berbeda meskipun tujuan akhirnya serupa membawa bangsa mereka maju dan sejahtera.

Demokrat dikenal sangat progresif sementara Republik sangat konservatif, Demokrat kebijakannya  lebih memihak buruh dan pekerja sementara Republik lebih memihak pengusaha.

Jadi klir benar arahnya, sehingga sulit orang Partai Demokrat bergabung dengan pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden dari Partai Republik.

Kita masih butuh waktu lah untuk benar-benar mempraktikan demokrasi dengan cara yang 100 persen sesuai dengan cita-cita demokrasi yang utuh.

Namun apapun itu jika tujuannya untuk menyejahterakan dan memberi rasa aman dan nyaman rakyatnya harus kita dukung.

Bergabungnya Prabowo-Sandi ke dalam pemerintahan Jokowi-Maaruf Amin, jika untuk kemaslahatan bersama ya kita harus dukung , meskipun tentu saja ada riak-riak dari pendukung dari kedua belah pihak.

Ces't La Vie......Mon Amie

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun