Diakui atau tidak tindakan tegas Aparat Keamanan ini membuat ciut nyali kelompok pengikut Rizieq yang biasanya jumawa dan tak pernah takut apapun selama mereka dalam kumpulan massa yang masif.
Kedigdayaan Rizieq Shihab yang terlihat dari kemampuannya mengumpulkan massa seperti yang selama ini terjadi, mendadak memudar.
Jika mau fair banyak faktor eksternal dan variabel temporer yang membantu Rizieq Shihab berjaya membangun gerakan massa akbar yang kemudian menjadi pengikut dan simpatisannya itu.
Rasa ketersinggungan agama, sentimen rasial, kepentingan politik, kekuatan oligarki yang tersembunyi, partai-partai oposisi hingga para pengusung khilafah semacam HTI, merupakan elemen-elemen yang bekelindan membentuk simpul besar yang melambungkan Rizieq Shihab di puncak komandonya.
Itulah saat di mana Rizieq Shihab berdiri tegak di puncak piramida massa raksasa, mengenakan jubah Imam Besar, dan beberapa kali dengan lantang meneriakkan ancaman revolusi.Â
Namun ruang dan waktu tidak selalu mampu mempertahankan keajekan momentum yang membuat ia bisa terus menerus bersinar seperti itu.
Dan meredupnya sinar politik Rizieq ini dimulai oleh pendekatan baru pemerintah yang sudah mulai.gerah dengan laku kelompok tersebut.
Posisi tawar politik Rizieq saat ini bisa disebutkan tengah dalam titik nadir. Namanya tak lagi bisa ditunggangi para politisi untuk meraih kekuasaan seperti yang terjadi dalam Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019 lalu.
Kita tahu lah peran Rizieq dan kelompoknya yang mampu membawa Anies Baswedan menduduki DKI 1 serta bagaimana kiprahnya dalam Pilpres 2019 ketika mendukung Prabowo-Sandi.
Dan ini menjadi succes story yang terus mereka jual diberbagai kesempatan setelahnya, untuk mempertahankan bargaining position mereka.
Sejak kembali ke tanah air awal November lalu, Rizieq dan kelompoknya mencoba menguatkan posisi politiknya dengan mengusung jargon revolusi akhlak, namun jargon ini ditanggapi dingin oleh sebagian besar masyarakat.