Dalam 2 pekan terakhir, 2 menteri Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin oleh Presiden Jokowi harus kehilangan jabatannya gara-gara diringkus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tertangkap dalam operasi tangkap tangan di Bandara Soetta Rabu (25/11/20).
Edhy tersangkut kasus korupsi ekspor bayi lobster. Ia menduduki jabatan Menteri KKP  sebagai wakil dari Partai Gerindra  di Kabinet Jokowi Jilid II.
Kursi menteri itu merupakan jatah dari Jokowi karena Gerindra  berkenan mendukung koalisi Pemerintahannya, untuk itu Gerindra mendapat 2 jatah kursi menteri, satu lagi diduduki Ketua Umum Gerindra, Prabowo sebagai Menteri Pertahanan.
Terkait laku korup anak buahnya tersebut Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto tak sekalipun muncul di hadapan publik untuk meminta maaf secara langsung kepada masyarakat luas atas tindakan tak senonoh kadernya, yang ia bawa masuk kabinet.
Sikap Prabowo yang disebutkan merasa kecewa dengan tindakan Edhy ini hanya disampaikan oleh adiknya yang juga merupakan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Hasyim Djojohadikoesumo.
"Pak Prabowo sangat marah, sangat kecewa, merasa dikhianati," ujar Hashim. Jumat (04/12/20). Sependek pengetahuan saya, Â belum mendengar Gerindra secara resmi meminta maaf kepada rakyat Indonesia terkait hal itu.
Belum kering bibir masyarakat membicarakan kasus korupsi di Kementerian KKP, sepuluh hari kemudian Juliari Peter Batubara  Menteri Sosial dibekuk KPK karena bantuan sosial berbentuk sembako yang seharusnya diberikan untuk kepentingan rakyat, malah  ia gunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan diri sendiri.
Ia lacurkan jabatannya demi "fee" bansos senilai Rp. 17 miliyar, hebat sekali rasanya wakil yang dikirimkan partai penguasa ini.
Ingat betul saya, beberapa saat sebelum Presiden Jokowi mengumumkan susunan kabinetnya Megawati Ketua Umum  Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) meminta jatah kursi kabinet lebih banyak dari pihak lain yang mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019.
"Nanti di (pemerintahan) Pak Jokowi (jatah menteri) harus banyak. Orang kita pemenang. Jangan nanti saya dikasih cuma empat (menteri) ya. Emoh," kata Megawati saat membuka Kongres PDIP di Hotel Grand Inna Bali Beach, Kamis (08/08/19). Seperti dilansir CNBCIndonesia.com.
Pihak PDIP sendiri merespon ditangkapnya Juliari Batubara oleh KPK melalui Sekretaris Jendralnya Hasto Kristyanto,Ia menyatakan bahwa PDIP menghormati seluruh proses hukum yang sedang berlangsung.
Kondisi seperti ini tak perlu terjadi tambah Hasto jika kader-kader yang dititipi jabatan mengikuti arahan Ketum PDIP Megawati.
"Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Megawati selalu memberikan arahan kepada kadernya yang punya jabatan politik untuk tidak menyalahgunakan kekuasan, tidak korupsi. Tertib hukum adalah wajib bagi wajah pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi," tutur Hasto. Minggu (06/12/20). Seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Sudah pasti kedua pimpinan Partai terbesar di Indonesia ini merasa kecewa atas perbuatan busuk kadernya itu, namun ada yang lebih kecewa sebenarnya dibandingkan mereka, Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia.
Lantas apa pertanggungjawaban mereka ketika kader yang mereka usung ternyata melakukan korupsi. Karena menurut kabar yang beredar masuknya para kader partai politik ke dalam kabinet itu atas ajuan dari partai politik itu sendiri.
Artinya yang melakukan screening karakter, kapabilitas, dan track record para kadernya yang maju menjadi menteri dalam kabinet adalah partai politik.
Mustahil jika pencalonan kader partai politik untuk menjadi seorang menteri tanpa dukungan dari ketua umum partainya.
Saya tak terlalu memahami bagaimana pencalonan itu hingga kemudian dipilih oleh Presiden Jokowi sebagai end user, apakah Partai Politik memberi 2 opsi atau lebih pilihan kader untuk setiap jabatan atau disorongkan saja satu nama yang kemudian ditempatkan Jokowi sebagai menteri di kementerian tertentu.
Akibat tingkah laku kader partai tersebut yang dirugikan adalah rakyat dan Pemerintahan Jokowi, apalagi situasi Indonesia saat ini sedang dalam kondisi pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi.
Lantas sampai sejauh mana tanggung jawab partai terhadap pemerintah dan rakyatnya? Hanya sekedar untuk meminta maaf saja tak juga dilakukan.
Mungkin ke depan ada baiknya Jokowi melakukan evaluasi menyeluruh terhadap hubungan partai politik dan kabinetnya, meskipun sudah pasti Jokowi bakal tetap memperhitungkan komposisi kabinet untuk keseimbangan politik.
Secara hukum memang belum ada aturan yang mengatur sanksi hukum bagi partai politik jika kadernya korupsi.
Namun jika berhubungan dengan kursi menteri di kabinet, bisa saja Jokowi membuat kesepakatan dengan para ketua umum partai, jika kadernya yang ditunjuk menjadi menteri melakukan korupsi maka otomatis jatah menteri buat partainya tersebut akan hilang.
Jadi jabatan Edhy Prabowo di Kementerian KKP, tak harus diberikan lagi pada kader Partai Gerindra dan Gerindra harus kehilangan 1 jatah kursinya di Kabinet Indonesia Maju.
Hal yang sama terjadi juga pada PDIP, jatah kursi di Kabinet Jokowi jilid II miliknya juga hilang 1 karena Juliari Batubara yang merupakan kader PDIP melakukan hal yang serupa dengan kader Gerindra.
Meskipun demikian, dukungan kedua parpol tersebut kepada Pemerintahan Jokowi tak boleh berubah, itu sebuah konsekuensi yang harus dihadapi oleh partai politik, agar ke depannya tak lagi memberikan nama-nama sembarangan dan bisa mendorong mereka untuk ikut mengawasi kinerja menteri yang berasal dari partainya.
Bagi masyarakat sih sebenarnya tak terlalu susah jika mau menghukum partai yang kadernya terbukti korupsi, masa pemilu kelak tak usah lagi memilih siapapun yang dicalonkan oleh partai politik yang terbukti kerap melakukan korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H