Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Murphy's Law dalam Kasus Ekspor Benur yang Berujung Penangkapan Edhy Prabowo oleh KPK

25 November 2020   16:07 Diperbarui: 26 November 2020   07:47 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Murphy's Law atau hukum Murphy memang berbeda dengan hukum Archimides atau hukum ilmu ukur Phytagoras yang membutuhkan pembuktian empiris.

Meskipun tak bisa dibuktikan secara empiris,.hukum Murphy ini tak perlu diragukan lagi akurasinya. Dalam implementasinya pun hukum yang satu ini tak akan membuat kita mengerutkan kening seperti sedang menghitung luas segitiga menggunakan teorama Phytagoras.

Dalam beberapa kasus pembuktiaan hukum Murphy akan membuat kita menertawakan diri sendiri atau paling tidak menepuk jidat seraya berujar "tuh kan bener".

Adagium paling populer dari hukum Murphy ini adalah

 "if anything can go wrong, it will"

Yang artinya kurang lebih seperti ini,

"Jika sesuatu memiliki potensi untuk menjadi salah dan kacau, maka kekacauan itu akan terjadi."

Contoh hukum Murphy yang nyata terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan sering kita alami tapi mungkin kita tak menyadarinya.

Saat kita membutuhkan barang tertentu di rumah, kita mencarinya kesana kemari, padahal ketika kita sedang tak membutuhkan barang tersebut justru barang itu terlihat jelas oleh kita.

Contoh lain, adalah saat kita menyepelekan sesuatu padahal jika tak disepelekan potensi bahaya besar bisa dicegah.

Seperti kita melihat kabel listrik yang terkelupas tapi karena dianggap sepele kita kemudian menyepelekannya padahal kita tahu jika kabel terkelupas itu berpotensi menimbulkan konslet yang bisa saja membuat seluruh rumah kita terbakar, dan benar saja konslet itu membuat rumah terbakar.

Jadi sebenarnya apabila hukum yang pertama ditemukan oleh seorang Insinyur NASA Edward A. Murphy Jr pada tahun 1949 dipahami dengan benar maka ini berkaitan dengan kodrat atau hukum alam.

Jika sesuatu hal itu bisa atau berpotensi salah maka hal tersebut akan salah. Lebih lanjut bisa disebutkan jika sejak awal yang dilakukan itu sudah salah, maka akhirnya pun akan salah dan menimbulkan kekacauan.

Jadi pada intinya jika kita melakukan kesalahan apapu bentuknya itu, kita harus menerima konsekuensinya.

Lantas apa hubungannya dengan kasus ekspor benih lobster  atau benur yang kemudian menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ke dalam masalah korupsi yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sejak awal Edhy dan seluruh pihak yang terlibat itu sebenarnya tahu persis bahwa kebijakan membuka kembali ekspor benur sangat potensial menimbulkan kesalahan, dan benar saja sesuatu yang tadinya hanya berupa "potensi kesalahan"itu menjadi sebuah kesalahan nyata yang berujung pada kekacauan seperti yang terjadi saat ini, persis seperti adagium Murphy's Law.

Banyak pihak sudah mengingatkan Edhy terkait ekspor benur ini, bahkan mantan Menteri KKP  yang digantikannya, Susi Pudjiastuti  dengan lantang menyebutkan bahwa kebijakan yang diatur dalam Peraturan Menteri KKP nomor 12 tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Republik Indonesia, itu salah dan berpotensi merugikan nelayan dan bisa menimbulkan kepunahan lobster di Indonesi.

Namun tetap saja meskipun potensi kesalahan yang akan terjadi itu ada ternyata tak diindahkan oleh Edhy, ya sekarang potensi kesalahan itu sudah jadi nyata, sepertinya hukum Murphy berlaku disini.

Andai saja Edhy Prabowo memahami betul hukum Murphy ini maka kesalahan akibat tindakan-tindakan salah yang dilakukannya, tak akan terjadi.

Tindakan salah tak akan mungkin menghasilkan sebuah kebaikan, ditangkapnya Edhy Prabowo beserta Istri dan sejumlah orang lainnya oleh, merupakan sesuatu yang alami, mengikuti Hukum Murphy tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun