Terakhir saya menulis 2 orang yang disebut di judul ini dalam satu frame, tulisan saya yang tadinya sudah berlabel harus lengser, karena menurut pengakuan admin Kompasiana ada salah satu Kompasianer yang melaporkan tulisan tersebut.
Padahal menurut mba atau mas admin tulisan saya  ini cukup obyektif dan normatif, namun karena subyektifitas si pelapor akhirnya admin K terpaksa harus menurunkan label pilihan, meski sempat kesal tapi ya sudahlah.
Semoga saja tulisan saya kali ini tentang kedua orang tersebut bisa diapresiasi dengan lebih baik, itu saja.
Well, let's begin.
Seperti ketahui seminggu terakhir ini kita disuguhi berbagai informasi tentang laku dan tindak seseorang yang baru kembali dari "pertapaannya" di Arab Saudi, Muhammad Rizieq Shihab.
Bagi pendukungnya kedatangan Rizieq Shihab ini mungkin seperti  momen seorang kekasih yang akhirnya datang setelah ditunggu dengan penuh harap, ada rasa rindu sangat dalam yang tertunaikan makanya mereka sangat antusias saat menjemput Rizieq di Bandara Soetta.
Antusiasme itu kemudian berdampak pada timbulnya kerumunan masa dalam jumlah raksasa, yang mengganggu kepentingan warga masyarakat lain yang berkegiatan di Bandara.
Seolah mereka lupa atau tidak peduli Indonesia itu dalam masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penularan Covid-19.
Tak hanya di Bandara penyambutan di sekitar rumah Rizieq pun gegap gempita ribuan orang kembali menyemut di wilayah Petamburan yang merupakan daerah administrasi  Jakarta Pusat Provinsi DKI Jakarta.
Ini jelas merupakan sebuah pelanggaran terhadap Protokol Kesehatan seperti yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah nomor 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka penanganan penyebaran Covid-19.
Dan ini pastinya sudah dipahami jelas oleh seluruh masyarakat apalagi oleh Kepala Daerah. Selain masalah kerumunan, dalam aturan tersebut juga disebutkan siapapun yang baru tiba dari luar negeri harus menjalani isolasi mandiri terlebih dahulu selama 14 hari sebelum dirinya berkegiatan.
Anehnya  khusus untuk Rizieq hal itu pun tak berlaku setelah beristirahat sejenak, ia menerima banyak tamu termasuk Gubernur DKI Jakarta yang juga merupakan salah satu petinggi Gugus Tugas penanganan Covid-19 DKI, Anies Baswedan.
Saya tak tahu persis apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut, namun menurut Tengku Zulkarnain Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia yang juga ada di lokasi ketika Anies datang, kedatangan Anies hanya temu kangen sambil minum teh saja tak ada urusan politik, hanya sedikit membicarakan masalah rencana pernikahan putri ke-4 Rizieq , Syarifah Najwa Shihab.
"Namanya sahabat lama nggak jumpa, sampai sini mau menikahkan anaknya kan bisa, silaturahim," ujar Tengku seperti dilansir Detik.com, Rabu (11/11/20).
Jika mengacu pada pernyataan Tengku ini artinya Anies Baswedan dan Rizieq Shihab mendiskusikan masalah pernikahan yang kemudian menjadi polemik besar akibat melanggar seluruh protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.
Dengan demikian semestinya Anies sebagai seorang Gubernur dan pejabat Gugus Tugas Covid-19 sudah dapat memperkirakan dan memprediksi apa yang bakal terjadi terjadi dengan acara pernikahan tersebut dikaitkan dengan penanganan dan pencegahan Covid-19.
Anies Baswedan sedari awal sudah tahu dan seharusnya bisa mencegah dan menyampaikan pada Rizieq  bahwa  sebuah acara pernikahan yang kegiatannya disatukan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw  dan mengundang 10.000 ribu itu berpotensi menyebabkan kerumunan masif yang akan melanggar protokol kesehatan.
Saya tak tahu apakah aturan protokol kesehatan itu disampaikan atau tidak oleh Anies, tapi yang jelas acara tersebut kemudian berlangsung  dengan dihadiri oleh lebih dari 10 ribu orang  sehingga menimbulkan kerumunan dalam jumlah yang sangat besar dan faktanya dibiarkan begitu saja.
Bahkan hingga menutup jalan K.S Tubun, padahal sangat jelas dan terang seluruh protokol kesehatan yang telah ditetapkan dilanggar secara sempurna.
Dan pelanggaran protokol kesehatan itu dilakukan didepan mata para pejabat dan petugas berwenang yang seharusnya mencegah kerumunan tersebut.
Tak cukup sampai disitu alih-alih dicegah supaya tidak terjadi , acara tersebut seperti di-endorse oleh pihak Gugus Tugas Penanganan Covid-19 nasional dengan menyediakan  20.000 masker, sejumlah tangki air dan bak pencuci tangan.
Hal ini lah kemudian memunculkan kekecewaan yang sangat mendalam dari masyarakat Indonesia. Kekecewaan tersebut dimanifestasikan masyarakat dengan mengerek kembali tagar #Indonesiaterserah di media sosial Twitter.
Laman berbagai media sosial lain di penuhi berbagai ujaran kekecewaan dari masyarakat mulai dari yang kasar mencaci maki, sarkastis, hingga yang mengeluh kecewa terhadap perilaku Rizieq dan pengikutnya serta kepada pemerintah pusat, pemerintah DKI dan pihak aparat Kepolisian yang dianggap melakukan pembiaran dan berlaku diskriminatif dalam menerapkan protokol kesehatan.
Akhir pekan lalu itu masyarakat Indonesia memang berteriak-teriak menyuarakan kekecewaan yang mendalam terhadap sikap lembek pemerintah dalam menghadapi pelanggar protokol kesehatan, Rizieq Shihab dan para pengikutnya.
Seperti diketahui, sebelum acara pernikahan itu berkali-kali juga ia melanggar protokol kesehatan sepertinya buat Rizieq and the gang peraturan itu tak pernah ada.
Sehari setelah tiba, ia pergi ke Cipayung, kerumunan masif terjadi di sana, lantas Tebet pun dibuatnya penuh kerumunan.
Kawasan Megamendung Puncak Kabupaten Bogor pun tak luput dari kerumunan massa dalam jumlah raksasa saat Rizieq dan pengikutnya menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad Saw di wilayah tersebut.
Di tengah kekecawaan masyarakat terhadap perlakuan tak adil dalam penerapan protokol kesehatan, Pemerintah DKI dan BNPB kemudian mengumumkan bahwa mereka menemukan bukti bahwa acara tersebut melanggar Protokol Kesehatan maka untuk itu Rizieq Shihab di denda Rp.50 juta, dan Rizieq menerima dan mengakui kesalahannya itu.
Lantas Rizieq disebutkan telah membayar denda tersebut, menurut mereka angka denda ini maksimal yang bisa dijatuhkan sesuai aturan yang ada.
Tadinya pemerintah DKI dan BNPB berharap pengumuman itu dapat meredakan kekecewaan masyarakat, namun faktanya masyarakat malah bertambah marah.
Saling lempar tanggung jawab kemudian terjadi antara pejabat pemerintah. Semua prahara kerumunan Rizieq Shihab  bisa menjadi preseden buruk bagi seluruh penanganan Covid-19 di Indonesia.
Karena diskriminasi perlakuan dalam penegakan sebuah aturan, bisa menjadi pintu masuk bagi chaotic situation dan pembangkangan masal dari masyarakat lain.
Agar hal itu tak terjadi, pemerintah pusat kemudian bertindak cukup keras. Melalui Menteri Politik Hukum dan Keamanan  (Menkopolhukam) Mahfud MD merilis sikap resmi pemerintah dalam menyikapi prahara kerumunan Rizieq Shihab ini.
Mahfud menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat sangat kecewa dan menyesalkan kejadian pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh Rizieq Shihab dan pengikutnya dalam acara pernikahan sekaligus Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw tersebut.
Ia pun menegaskan bahwa hirarki kewenangan dalam menindak pelanggaran protokol kesehatan di masa PSBB ini ada di tangan pemerintah daerah dalam hal ini Pemda DKI.
"Penegakan protokol kesehatan di Ibu Kota, sekali lagi penegakan protokol kesehatan di Ibu Kota, merupakan kewenangan Pemprov DKI Jakarta berdasar hierarki kewenangan dan peraturan perundang-undangan," ucap Mahfud Md dalam Konpers di Kantor Menkopolhukam, Senin (15/11/20) kemarin.
Jadi dengan kata lain pemerintah pusat menunjuk Anies Baswedan lah yang seharusnya bertanggung jawab atas apa yang terjadi di Petamburan tersebut.
Dan itu benar sekali, apalagi faktanya Anies sempat bertemu terlebih dahulu dengan Rizieq yang menurut pengakuan Tengku Zulkarnain  salah satunya membicarakan acara pernikahan tersebut seperti yang saya tulis diatas.
Apakah dalam kesempatan itu Anies sudah menyampaikan kemungkinan kerumunan yang bakal terjadi dan berusaha mencegahnya atau gimana?
Mungkin ini sesuatu yang bisa di gali oleh pihak Kepolisian yang menurut Polda Metro Jaya akan memanggil Anies Baswedan untuk mengklarifikasi terkait kerumunan yang terjadi dalam acara pernikahan tersebut.
Selain Anies ada beberapa pihak lain yang bakal dipanggil Polisi sehubungan kasus ini, Â termasuk penyelanggara acara pernikahan.
Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono, mereka diperiksa karena ada dugaan tindak pidana yang melanggar Pasal 93 Undang-Undang nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
Di sisi lain pihak Kepolisian telah mencopot 2 Kapolda dan 2 Kapolres akibat prahara kerumunan massa yang ditimbulkan oleh Rizieq Shihab dan pengikutnya.
Kapolda Metro Jaya Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat  Rudy Sufaharadi dicopot dari jabatannya karena dianggap tak mematuhi perintah dalam menegakkan protokol kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H