Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Aksi Unjuk Rasa UU Ciptaker Terus Bergulir, Memang Bisa Mengubah Sikap Pemerintah Jokowi?

29 Oktober 2020   08:35 Diperbarui: 29 Oktober 2020   08:45 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gelombang aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang dilakukan oleh para buruh dan mahasiswa serta berbagai elemen masyarakat sipil terus terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.

Terakhir kemarin, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 2020 masa aksi dari elemen buruh dan mahasiswa di Jakarta memenuhi wilayah seputaran Patung Kuda jalan Medan Merdeka Barat untuk menyampaikan suara penolakannya.

Dan rencananya pada 1 November 2020  nanti para buruh dari berbagai aliansi organisasi buruh akan kembali berunjuk rasa dalam jumlah lebih besar.

Apakah aksi unjuk rasa yang terus menerus ini akan efektif bagi keinginan mereka untuk membatalkan UU tersebut?

Sebulan sudah ruang publik di dunia maya maupun dunia nyata dipenuhi oleh isu aksi unjuk rasa penolakan UU Ciptaker.

Hasilnya, Pemerintah Jokowi sepertinya tak bergeming untuk tetap menerapkan UU ini. Tuntutan para peserta aksi unjuk rasa ini seperti membentur tembok tebal.

Tuntutan para peserta aksi unjuk rasa mungkin saja terdengar oleh pemerintah karena memang suara penolakan itu diteriakan, hingga memekakan telinga. Tapi ingat terdengar itu belum pasti didengar. 

Saking kencangnya suara itu, membuat artikulasi narasi penolakan itu menjadi tidak jelas, terdistorsi oleh suara-suara muatan politik yang tak jelas ujung pangkalnya sehingga maksud yang ingin disampaikan menjadi kabur.

Judul aksinya, "penolakan UU Omnibus Law Ciptaker" tapi narasi yang diusungnya "turunkan Jokowi" atau tiba-tiba mengumumkan kepulangan "Tuan Besar" dari perlopnya di Arab Saudi.

Atau yang lebih ekstrem aksi unjuk rasa ini menjadi ajang bagi para perusuh untuk melakukan pengrusakan sejumlah fasilitas umum milik publik.

Apalagi aksi unjuk rasa yang diikuti oleh banyak orang ini dilakukan saat kita tengah dalam masa pandemi Covid-19 yang berpotensi menjadi klaster baru bagi penyebaran virus corona seri terbaru ini.

Selain itu masyarakat umum lama kelamaan akan jengah juga dengan kondisi yang merupakan ekses dari aksi unjuk rasa seperti kemacetan yang ditimbulkan dan perasaan tidak aman ketika melakukan kegiatan sehari-hari misalnya

Hal ini akan memunculkan perasaan tidak simpati dari masyarakat kepada para peserta aksi dan kegiatan yang dilakukannya, akibatnya misi yang diusung dari aksi unjuk rasa itu tak akan efektif lantaran kehilangan dukungan dari publik.

Padahal tekanan dari publik yang bersimpati terhadap aksi tersebut sangat dibutuhkan oleh mereka yang menolak UU Ciptaker agar pemerintah berpikir ulang untuk memberlakukan UU tersebut.

Tapi entah mengapa para buruh, mahasiswa, dan berbagai elemen lain masyarakat sipil sepertinya memaksakan unjuk rasa ini terus terjadi.

Mungkin mereka beranggapan ini lah satu-satunya sarana yang efektif untuk menekan pemerintah agar UU ini dibatalkan, padahal sebenarnya mereka pun yakin bahwa undang-undang akan terus dijalankan pemerintah.

Lantaran secara logis mereka yakin UU  tersebut akan tetap dijalankan pemerintah, karena itulah kemudian mereka pun secara simultan akan mengajukan uji materi UU omnibus law Ciptaker ini ke Mahkamah Konstitusi.

Artinya mereka  sebenarnya tak yakin bahwa aksi unjuk rasa  akan mampu mengubah pendirian pemerintah.

Lantas untuk apa juga mereka terus melakukan aksi unjuk rasa jika tahu bahwa itu tak akan efektif?

Mungkin lebih baik cara mereka menolak UU tersebut lebih kepada dialog sampaikanlah poin-poin mana saja yang mereka anggap bakal memberikan mudharat lebih banyak bagi mereka dan masyarakat.

Distorsi yang akan terjadi pun akan lebih minimal sehingga suaranya akan terdengar lebih jelas dan terang, jauh dari dengung-dengung yang mengganggu.

Pemerintah pun harus membuka selebar-lebarnya kemungkinan dialog yang bersifat kompromistis dengan para penolak itu.

Jika masih tidak puas, bersabar lah sejenak, tunggulah nanti  saat Pemilu Legislatif dan Pilpres, hukumlah mereka dengan tak memilihnya lagi siapapun yang diusung oleh ruler party saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun