Dalam amar putusannya Majelis Hakim menyebutkan bahwa ketiga terdakwa tersebut terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Atas vonis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu, ke-3 mantan pejabat Jiwasraya ini berencana akan mengajukan banding karena mereka tak puas dengan putusan hukum yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Susanti.
Kasus mega skandal, asuransi pelat merah ini memang menyedot perhatian publik karena kerugian negara yang terjadi termasuk salah satu yang terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Kasus Jiwasraya mulai mencuat dan menjadi perhatian publik setelah perusahaan asuransi tertua di Indonesia ini tak mampu membayar kupon salah satu produk keuangannya JS Saving Plan pada Oktober 2018.
Dari situlah mulai terkuak borok Jiwasraya yang ternyata memang sudah menahun. Bahkan sejak sebelum tahun 2010 lalu.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dianggap lalai dalam mengawasi perusahaan asuransi dan segala rupa  transaksi keuangan yang melibatkan pasar modal.
Banyak pihak menganggap OJK tak melakukan fungsinya dengan benar, sebagai otoritas yang mengatur dan mengawasi pasar keuangan termasuk di dalamnya asuransi dan pasar modal di Indonesia, OJK seharusnya bisa mencegah kasus Jiwasraya ini agar tidak terjadi.
Terlepas dari segala kontroversi, modus, kerugian dan segala tetek bengek lainnya dalam kasus mega skandal Jiwasraya ini.Â
Yang menarik buat saya adalah vonis yang dijatuhkan kepada 6 pelaku utama  kasus ini. Seluruhnya di vonis seumur hidup. Putusan hakim yang sangat langka bagi para koruptor di Indonesia.Â
Sependek pengetahuan saya, hanya 1 terdakwa korupsi yang dijatuhi vonis seumur hidup yaitu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Selebihnya ya gitu-gitu saja bahkan banyak yang tuduhannya korupsi tapi vonisnya lebih rendah dibanding maling ayam. Padahal katanya kejahatan korupsi masuk dalam kategori extraordinary crime.Â
Vonis hakim terhadap para terdakwa kasus Jiwasraya yang sangat berat ini bisa menjadi preseden positif bagi upaya pencegahan dan pemberantasn korupsi di Indonesia.
Selain itu putusan hakim tersebut menunjukan bahwa memang kasus Jiwasraya ini bukan masalah risiko bisnis tapi ada niat jahat berupa persekongkolan antara pihak manajemen dan pengelola Jiwasraya dengan beberapa orang pelaku usaha swasta sehingga menyebabkan gagal bayar  yang ujungnya membuat negara merugi dan semuanya itu dilakukan secara terstruktur dan sistematis oleh para pelaku.
Namun, ada sedikit yang membuat saya mengernyitkan dahi keheranan. Lembaga yang khusus mengurusi pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak pernah menghasilkan vonis seperti ini selama mereka menuntut para koruptor.
Malah Kejaksaan Agung yang mampu menghasilkan vonis yang cukup menghantam keras para penggangsir uang negara ini.
Padahal Kejagung selama ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat dalam penanganan korupsi, apalagi belakangan setelah kasus Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari ramai menjadi bahan perbincangan publik, nama Kejagung menukik cukup tajam  .