Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menakar Potensi Bank Syariah Hasil Merger, dan Bagaimana Nasib Nasabah serta Karyawannya?

20 Oktober 2020   09:24 Diperbarui: 20 Oktober 2020   09:57 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses merger atau penyatuan 3 Bank Syariah dan satu Unit Usaha Syariah (UUS) milik pemerintah telah dimulai dengan ditandangani Perjanjian Penggabungan Bersyarat atau Conditional Merger Agreement (CMA) oleh para pihak, dalam hal ini Bank BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank BRI Syariah dan UUS BTN dengan disaksikan oleh wakil pemilik saham Kementerian BUMN.

Rencananya yang akan menjadi surviving entity dari proses merger ini ialah Bank BRI Syariah (BRIS) Pertimbangannya, meskipun secara aset anak usaha Bank BRI ini paling kecil, tapi karena BRIS satu-satunya dari ketiga pihak itu yang sudah Go Public maka yang akan menjadi "Cangkang" adalah mereka.

Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset BRIS sendiri pada triwulan ke-II 2020 tercatat sebesar Rp.49,6 triliun. Pemilik aset terbesar dicatatkan oleh BSM dengan total aset di periode yang sama sebesar Rp. 114,4 triliun.

Sementara BNI Syariah pada Triwulan II 2020 asetnya sebesar Rp. 50,78 triliun dan UUS BTN pada periode yang sama tercatat memiliki aset sebesar Rp. 31,09 triliun. 

Jadi jika proses merger ini mulus dan tuntas berdasarkan perhitungan aset pada triwulan ke-II maka aset bank syariah hasil merger ini paling tidak akan menjadi sebesar Rp. 245,87 triliun.

Bagaimana dengan modal dasarnya?

Jika digabungkan dari ke-4 entitas dengan dasar perhitungan laporan keuangan pada periode yang sama maka jumlah modal dasar akan menjadi sebesar Rp. 19,45 triliun.

Dengan jumlah modal dasar sebesar itu maka bank syariah hasil merger ini akan setara dengan Bank BUKU III dalam standar bank konvensional.

Seperti diketahui, menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.

Disebutkan dalam aturan tersebut, bahwa bank dikelompokan pada 4 legiatan usaha, yaitu:

  1. BUKU I, Bank dengan modal inti kurang dari Rp. 1 triliun.
  2. BUKU II,Bank dengan modal inti Rp. 1 triliun hingga kurang dari Rp. 5 triliun.
  3. BUKU III, Bank dengan modal inti Rp.5 triliun hingga kurang dari Rp. 30 triliun.
  4. BUKU IV, Bank dengan modal inti lebih dari Rp.30.triliun.

Setiap level kategori BUKU, memiliki batasan-batasan tersendiri terutama dalam ekpansi kegiatan usaha. Karena dalam bisnis perbankan size does matter, ukuran modal dasar dan aset itu sangat penting untuk kelangsungan bisnis dan kelincahan bank dalam bergerak untuk men-generate profit di ujungnya.

Dengan modal inti  sebesar Rp.19,45 triliun bank syariah hasil merger itu akan masuk ke dalam BUKU III, maka kegiatan usaha yang bisa dilakukan adalah seluruh kegiatan usaha dengan mata uang rupiah dan valuta asing, serta dapat melakukan penyertaan sebesar-besarnya 25 persen di dalam dan luar negeri dengan cakupan wilayah Asia.

Sementara secara aset, bank syariah hasil merger ini akan masuk 10 besar bank beraset terbesar di Indonesia dan bakal menjadi 10 bank syariah terbesar secara global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun