Joko Widodo Presiden Indonesia ke-7 Â bisa disebut sebuah fenomena dalam dunia perpolitikan Indonesia. Ia datang dari kalangan rakyat kebanyakan, tanpa darah biru politik, militer, dan tak memiliki Partai Politik atau duduk sebagai petinggi partai, Â di PDIP ia hanya lah kader partai biasa tapi karir politiknya sangat mulus.
Mulai menjadi Walikota Kota Solo selama 2 periode, setengah perjalanan periodenya sebagai Gubernur DKI Jakarta 2012-2014, dan terakhir menjadi Presiden Republik Indonesia selama 2 periode, 2014-2019 dan 2019-2024.
Jokowi demikian ia biasa dipanggil seolah terpola untuk menjadi pemimpin Indonesia. Ia terlihat sangat lugu, rendah hati, sederhana, penuh ketulusan dan pekerja keras.
Jokowi seperti pemimpin anomali ditengah pilihan tipe pemimpin-pemimpin yang ada saat itu dan sebelumnya, hal itu lah yang membuat dirinya menjadi media darling.
Ia berada di waktu dan tempat yang sangat tepat untuk menjadi pemimpin Indonesia. Saat rakyat Indonesia letih dengan para politikus yang penuh kepalsuan dan full of the fancy things, Jokowi datang membawa kerendahan hati, ketulusan dan kesederhanaan.
Saya sendiri baru mengetahui dan kemudian banyak membaca siapa Jokowi dan bagaimana Jokowi bekerja untuk rakyatnya, saat ia berada dimasa akhir periodenya yang ke-2 sebagai Walikota Solo, sesaat sebelum dirinya melangkah menjadi calon Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2012 lalu.
Meskipun saya bukan warga DKI yang artinya tak memiliki hak untuk memilihnya, saat pengumuman pemenang Pilkada DKI saya datang ke Posko Tim pemenangan Jokowi-Ahok di Jalan Borobudur Menteng Jakarta Pusat untuk ikut merayakan kemenangan mereka.
Itu lah kali pertama saya melihat dan bertemu langsung dengan Jokowi, secara fisik ia terlihat sebagai sosok yang sangat sederhana, rendah hati, dan sangat dekat dengan rakyatnya.
Terlepas dari anggapan sebagian pihak bahwa itu merupakan bagian dari pencitraan, saya melihat Jokowi saat itu memang sangat tulus dalam melayani rakyatnya.
Ketika Jokowi kemudian menjadi Calon Presiden dalam Pilpres 2014, saya ikut aktif memenangkannya meskipun saya tak tergabung dalam kelompok relawan tim suksesnya, tapi dengan cara saya, ikut berdebat diberbagai laman media sosial, berdebat secara offline dengan rekan sejawat dikantor dan komunitas sosial di lingkungan rumah tempat saya tinggal.
Ini pertama kali dalam sejarah hidup saya, ikut kegiatan politik praktis. Sebelumnya, pasca reformasi saya lebih banyak apatis dalam urusan politik karena merasa pemerintahan-pemerintahan pasca reformasi itu ya begitu saja, bedanya hanya ada kebebasan pendapat saja, diluar itu ya ga ada perubahan sama sekali.
Datangnya Jokowi dalam kancah politik nasional memberikan harapan bagi saya. Dalam pikiran saya saat itu"mungkin ini lah orangnya yang bisa membuat Indonesia lebih baik"
Periode pertama masa Kepresidenannya membuat saya optimis, Jokowi sangat cekatan dan berbagai masalah ia selesaikan dengan sangat baik.
Pola pembangunan cukup jelas terlihat terutama di sektor infrastruktur, meskipun ada beberapa janji kampanyenya tak tunai, seperti misalnya di sektor ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan 7 persen, nyatanya hanya berada dikisaran 5-5,6 persen saja.
Tapi itu cukup baik karena perekonomian global memang sedang tak bagus, bonanza harga komoditas yang menjadi andalan Indonesia pun telah berakhir, padahal itulah yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono cukup tinggi.
Keluarganya pun jauh dari ikut campur atau mendapat keuntungan dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia.
Jadi secara keseluruhan jalannya pemerintah Jokowi di periode pertama sangat baik dimata saya, ia sudah berada dijalur yang benar untuk membawa Indonesia lebih maju, makanya kemudian saya kembali mendukungnya untuk memimpin Indonesia di periodenya yang ke-2.
Apalagi kemudian ia berjanji fokusnya di periode ke-2 ini pada pembangunan sumberdaya manusia yang menurut saya sangat keren, dan memang harus dilakukan.
Lantas ia pun menekankan bahwa di periode lanjutannya ini ia tak memiliki beban lagi untuk dipilih kembali, dalam pemahaman saya artinya ia akan all out bertindak sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Memasuki periodenya yang ke-2 ini, hari demi hari harapan saya pada Jokowi sepertinya mulai terkikis. Hal pertama yang membuat harapan itu mulai luntur ialah saat ia bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang di sahkan beberapa hari sebelum ia dilantik.
Sebenarnya pemilihan orang yang mendampinginya sebagai Wakil Presiden KH Maaruf Amin pun sangat tidak memuaskan karena kental dengan kompromi politik.
Ketidakpuasaan ini terbukti kemudian dengan melemahnya KPK dan Wapres sepertimya hanya asal ada saja, Jokowi tampak one man show dalam memerintah negeri ini.
Tanpa beban, seperti ucapannya itu tak terbukti, ia terlihat begitu terbebani oleh dinamika partai politik disekitarnya
Kemudian saat pandemi Covid-19 terjadi, ia pun gamang memutuskan hal yang paling benar buat rakyatnya, meskipun saya bisa memahami bahwa kondisi pandemi seperti buah simalakama, sangat ketat menjaga kesehatan ekonomi bakal luluh lantak, sementara jika dilakukan sebaliknya kesehatan rakyar Indonesia sangat terancam.
Mungkin kondisi saat ini tak pernah terpikirkan sebelumnya bukan hanya oleh Jokowi tapi oleh seluruh manusia pengisi bumi ini.
Dan situasi yang sangat berat ini datang saat Jokowi memerintah. Tapi bukan itu yang membuat saya patah hati pada Jokowi.
Namun, saat ia membiarkan anak dan mantunya maju dalam Pilkada 2020 lah yang membuat saya benar-benar patah hati pada Jokowi.
Saya pikir Jokowi berbeda dengan pemimpin Indonesia lain ternyata sama saja. Apa yang terjadi dengan Jokowi?
Terakhir masalah RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang ditentang oleh sejumlah pihak, meskipun saya yakin UU yang saat ini sudah disahkan DPR itu memiliki tujuan baik namun lemahnya sosialisasi menjadi masalah mendasar dalam munculnya berbagai penolakan dari sejumlah elemen masyarakat.
Jokowi merespon bahwa penolakan muncul akibat disinformasi yang dilakukan selama ini oleh sejumlah pihak.
Artinya Jokowi secara tak langsung mengakui bahwa proses sosialisasi UU Ciptaker ini tak berlangsung efektif padahal negara memiliki instrumen yang cukup untuk melaksanakan sosialisasi tersebut.
Ditambah lagi pihak-pihak yang memang selalu mencari cara untuk mendiskreditkan Jokowi, ikut serta untuk memprovokasi keadaan yang telah buruk ini.
Tak pelak lagi ini lah momen terberat bagi Jokowi selama dirinya menjadi Walikota, Gubernur, dan Presiden.
Angin keberuntungan yang selama ini selalu mengarah kepadanya sepertinya  mulai berbalik arah. Meskipun saya sih melihat bukan hanya menjauhnya angin keberuntungan, tapi karena Jokowi seperti tengah menjauh dari dirinya sendiri.
Jika Jokowi mampu bertindak benar dan berhasil membawa bangsa Indonesia melewati tantangan yang sangat berat saat ini, bisa jadi ke depan posisi politik Jokowi akan semakin kuat.
Sekarang kita tunggu apakah Jokowi dan jajarannya bisa mengatasi keadaan yang belakangan memanas d dengan bijak dan menghasilkan sesuatu yang positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H