Let it go, let it go
Can't hold it back anymore
Let it go, let it go
Turn my back and slam the door                         Â
The snow glows white on the mountain tonight,
Not a footprint to be seen.
A kingdom of isolation and it looks like I'm the queen.
The wind is howling like the swirling storm inside.
Couldn't keep it in, heaven knows I tried.
Cuplikan lirik di atas, merupakan lirik lagu "Let It Go" yang dinyanyikan oleh Demi Lovato. Lagu ini menjadi lagu tema film animasi "Frozen" yang sangat laris dipasaran.
Film Frozen yang dirilis oleh perusahaan film Disney, diadaptasi dari salah satu cerita dongeng bertajuk  The Snow Queen yang diciptakan dan ditulis oleh seorang sastrawan, penulis naskah drama, tapi lebih dikenal sebagai pendongeng terbesar sepanjang masa Hans Christian Anderson atau lebih dikenal dengan sebutan HC Andersen.
Saya , dan mungkin milyaran manusia di muka bumi ini yang pastinya pernah mengalami masa kanak-kanak, mengenal dongeng-dongeng yang ditulis oleh Penulis kelahiran Odense Denmark pada tanggal 2 April 1805 ini.
Di mata saya HC Andersen adalah seorang jenius dalam dunia literasi. Mungkin ia bisa disejajarkan dengan William Shakespeare atau Charles Dickens dalam dunia kepenulisan.
Bisa menulis sebuah cerita yang digemari oleh milyaran anak manusia lintas negara, budaya, bahasa, waktu, dan kehidupan keseharian yang beraneka ragam itu bukan perkara mudah, hanya segelintir manusia yang mampu melakukannya.
Apalagi yang ditulisnya adalah buku anak, karena menulis untuk anak itu diksi yang dipergunakannya harus sederhana, kosa kata yang dipergunakan pun harus disesuaikan dengan kemampuan nalar sang anak.
Dan yang terpenting ada kandungan moral di dalam cerita itu. Ada standar kelayakan tersendiri mengenai sastra anak ini, baik dari segi estetika maupun konseptual.
Salah satu dasar mengukurnya, menurut beberapa literatur tentang sastra anak yang saya baca, ukurannya adalah anak suka membacanya dan  orang dewasa pun tak bosan membacanya.
Artinya struktur kalimat dan bahasa harus tetap sangat diperhatikan. Itu lah yang berhasil dilakukan HC Andersen, sampai saat ini ketika saya membaca dongeng anak karya Andersen tersebut, saya masih sangat menyukainya sekaligus masih merasa aktual dengan kekinian.
Tak heran lah kemudian naskah-naskah dongeng HC Andersen terus dicetak ulang  atau diadaptasi ke dalam berbagai platform seperti tak ada habisnya.
Sampai saat ini karya-karya dongeng yang ditulis HC Andersen telah dialih bahasakan ke dalam 147 bahasa yang berbeda dengan berbagai pendekatan ada yang berupa teks saja, Â cerita bergambar hingga komik.
Tak ada keterangan resmi terkait kuantitas karya-karya HC Andersen yang terjual, mungkin karena saking banyaknya orang mencetak ulang dongeng-dongeng yang ia tulis, seolah karyanya itu seperti sudah menjadi milik seluruh warga dunia.
Jika kita rajin menjelajahi toko buku, kita akan tahu setiap tahun ada saja karya HC Andersen ini yang dicetak dengan berbagai versi, dan visual-visual yang cantik nan menarik.
Pada dasarnya fairytales ciptaan HC Andersen ini berpijak pada dua kategori. Â Pertama, sastra lisan yang merupakan cerita yang sudah ada sebelumnya dan beredar luas dimasyarakat Eropa saat itu yang kemudian ia tulis ulang sesuai interpretasinya.
Kedua, dongeng-dongeng asli yang merupakan hasil karya orisinalnya sendiri. Dongeng-dongeng tulisan dari Andersen kemudian memengaruhi penulis lain yang banyak menulis sastra anak seperti misalnya dongeng-dongeng karya Oscar Wilde.
Walaupun sejatinya ada saling memengaruhi antar penulis fairytales saat itu, konon katanya HC Andersen pun terpengaruh juga oleh tulisan-tulisan Charles Dickens yang membesut cerita The Huckleberry Finn atau Emile Bronte yang salah satu karyanya sangat terkenal The Grimms Brothers.
Sebenarnya awal karir kepenulisannya HC Andersen tak langsung menulis cerita-cerita anak. Karyanya pertama kali mendapat pengakuan pada 1829 dan iti adalah sebuah cerita pendek romantis berjudul A Journey on Foot from Holmen's Canal to The East Point of Amager.
Menurut buku Biography nya The Fairy Tale of My Life, Ia mulai menulis saat bekerja sebagai aktor di Danish Royal Theatre di Kopenhagen di bawah bimbingan Jonas Collins, karena Collins memaksanya untuk menulis.
Dalam kesempatan yang sama dengan dibiayai oleh Jonas Collins ia kuliah di perguruan tinggi kenamaan Denmark University of Copenhagen.
Setelah karyanya yang pertama tersebut, kemudian ia menulis berbagai naskah cerita untuk kebutuhan pertunjukan di theatre-nya.
Selain itu ia pun menulis puisi-puisi yang kemudian  dibuku kan, salah satu puisinya yang terkenal berjudul The Dying Child dan berbagai tulisan tentang catatan perjalanan. Karya-karyanya mendapat atensi publik hingga atas bantuan Collins ia mendapatkan dana hibah dari Raja Denmark saat itu, Raja Fredrik VI.
Dan dengan uang itu ia melakukan perjalanan berkeliling Eropa. Perjalanan tersebut membawa dirinya bertemu dengan salah satu rekan penulis yang sangat ia kagumi, Charles Dickens.
Pada tahun 1835 ia merilis novelnya yang pertama yang diberi tajuk The Improvisatore yang awalnya diterbitkan dalam jumlah terbatas.
Novel ini kisahnya berdasarkan kehidupannya sendiri yang penuh nestapa, bedanya, novel ini memiliki setting cerita di Italia dan mengisahkan perjuangan bocah miskin yang menghadapi lingkungan pergaulan masyarakat yang kejam.
Novel pertamanya ini tak hanya mendulang kesuksesan di Denmark, tetapi juga di Inggris dan Jerman.
Hingga akhir hayatnya, novel inilah yang paling banyak dibaca dibandingkan novel-novel  HC Andersen yang lainnya.
HC Andersen kurang puas dengan hasilnya, kemudian di tahun yang sama ia mencoba menulis dongeng untuk anak-anak.
Langkah ini benar-benar tepat, namanya meroket menjadi seorang penulis dongeng anak paling dikenal dan legendaris dalam sejarah peradaban manusia.
Padahal ketika di awal menulis cerita anak , HC Andersen kurang percaya diri dan bangga dengan hasil kreativitasnya tersebut, hingga ia sempat berkonsultasi dengan para kritikus sastra sebelum ia memutuskan untuk menerbitkannya.
Akhirnya bundelan dongeng anak-anak jilid pertamanya ia terbitkan dengan judul  The Fairy Tales for Children pada Mei 1835 dalam bentuk buku saku dengan 61 halaman berisi sejumlah dongeng anak.
Diantaranya, The Tinderbox, Little Claus and Big Claus, The Princess and The Pea dan Little Ida's Flower.
Pada tahun yang sama di bulan Desember, jilid ke-2 buku kumpulan dongeng anak kembali ia rilis, yang berisi 3 judul dongeng yang terdiri dari Thumbelina, The Naughty Boy, dan The Travelling Companion.
Dan terakhir ia merilis jilid ke-3, 2 tahun kemudian pada April 1837 yang berisi dongeng The Little Mermaid,  Several Things, dan Emperor's New Clothes.
Setelah 3 jilid dongeng yang ia tulis kemudian ia kembali menulis dongeng cerita anak lain pada tahun 1843, 1847 dan 1852, yang ia beri judul New Fairy Tales yang berkonten The Angel, The Nightangle, The Sweetheart, The Snow Queen, The Ugly Duckling dan Othet Stories
Dari sejumlah dongeng yang Andersen tulis sebagian merupakan ide orisinalnya seperti Little Ida's Flowers, Thumbelina, The Naughty Boy, The Traveling Companion, Several Things, The Little Mermaid dan The Emperor's New Clothes.
Sementara sebagian lain menurut pengakuan HC Andersen merupakan dongeng yang memang telah beredar dimasyarakat yang kemudian ia tulis ulang sesuai interpretasinya.
Sepanjang hayatnya, HC Andersen telah menulis 156 dongeng, dari jumlah tersebut, ada 12 dongeng diantaranya yang diilhami oleh cerita rakyat Denmark yang kerap ia dengar semenjak kecil.
Dongeng-dongeng besutannya ini mengantarkan Andersen pada puncak kejayaannya. Pada akhirnya ia menyadari bahwa dongeng memiliki kekuatan tersendiri yang mampu membawa pesan moral tanpa harus merasa menggurui.
Baginya dongeng, merupakan media yang menggabungkan kesenian rakyat dan sastra yang mengekspresikan keniscayaan yang terkadang terasa getir, namun sekaligus lucu dan menggelikan.
Sebagian besar dongeng karyanya menunjukan pada keyakinan dan optimisme bahwa pada akhirmya kebaikan selalu akan mengalahkan keburukan seperti dongeng The Snow Queen yang  ceritanya kemudian diadaptasi oleh Disney menjadi film Frozen.
Namun tidak semua dongeng yang ditulisnya berakhir "happily ever after" . Ada beberapa dongeng yang ditulisnya memiliki akhir getir dan tragis, seperti contohnya dongeng The Little Match Girl.
HC Andersen emang luar biasa lihai dalam mengkolaborasikan kemampuannya bercerita dan menulis dengan kekuatan imajinasinya yang menembus sekat-sekat dan membuat karyanya diterima secara universal.
Ciri khas yang mewarnai seluruh tulisan Andersen merupakan gambaran kehidupan masa lalunya yang penuh kesedihan, terbuang dan penolakan.
Andersen kecil memang tumbuh dalam kondisi menyedihkan, usia 11 tahun ia sudah ditinggal mati oleh ayahnya. Ibunya yang hanya merupakan buruh cuci pontang-panting menghidupi keluarganya.
Sepanjang hidupnya HC Andersen tak pernah memiliki rumah dan memiliki istri. Ia hidupnya berpindah-pindah, dari satu rumah sewaan ke rumah sewaan berikutnya.
Ada 2 wanita dalam hidupnya meskipun kemudian keduanya tak berhasil ia nikahi. Ia pertama kali jatuh cinta pada Ribort Voigt, namun akhirnya ia menikah dengan orang lain.
Kemudian 10 tahun kemudian ia jatuh cinta pada Jenny Lind seorang penyanyi opera asal Swedia yang dijuluki si burumg Bul-Bul dari Swedia atau The Swedish Nightangle karena kemerduan suaranya.
Bagi yang sudah menonton film The Greatest Showman ,yang dibintangi Hugh Jackman itulah sosok Jenny Lind yang cintai HC Andersen.
Sosok Jenny Lind dalam film itu ditampilkan begitu memakau menyenandungkan lagu Never Enough. HC Andersen menyimpan ketertarikan mendalam pada Jenny Lind selama beberapa tahun, namun meskipun sempat dekat akhirnya pernikahan yang diharapkan tak pernah terjadi.
Hans Christian Andersen hingga akhir hayatnya tak pernah menikah, ia meninggal saat berusia 70 di Kopenhagen Denmark pada tahun 1875 karena kanker hati.
Dengan diantar oleh ribuan penggemarnya HC Andersen dimakamkan di pemakaman umum Assisten Kirkegard Copenhagen.
Meskipun Hans Christian Andersen sudah tiada sangat lama namun karya-karyanya tetap abadi. Bergema dihati setiap insan dan masih kerap dibaca dan diperdengarkan dari satu generasi ke generasi selanjutnyaÂ
Hans Christian Andersen memang layak menyandang gelar Bapak Dongeng Dunia.Â
Selain itu karena sumbangsihnya sangat besar bagi dunia literasi anak, hari kelahirannya tanggal 2 April diperingati sebagai Hari Buku Anak Sedunia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H