Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Misteri Emas Jarahan Seberat 57 Ribu Ton Milik Trah Raja Yogyakarta yang di Rampas Inggris

9 Agustus 2020   11:27 Diperbarui: 9 Agustus 2020   13:11 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keturunan atau trah Sultan Hamengku Buwono II menuntut Pemerintah Inggris untuk mengembalikan harta rampasan yang pernah di jarah Inggris dalam Perang atau Geger Sapehi atau Geger Sepoy yang terjadi pada tahun 1812.

Harta yang diklaim oleh trah HB II yang saat itu berkuasa sebagai Raja Yogyakarta berupa berbagai manuskrip kuno yang jumlahnya ribuan, dan yang paling mengejutkan trah HB II menuntut pengembalian emas dengan kuantitas yang sangat besar, 57 juta kilogram, atau 57 ribu ton.

Jumlah yang tak masuk akal sih sebenarnya, karena menurut World Gold Council total jumlah emas yang berhasil di tambang manusia hingga saat ini hanya sekitar 190 ribu ton.

Andai klaim itu benar, berarti lebih dari 25 persen emas yang ada di dunia saat ini milik Trah HB II. Mungkin jika kita kembali ke abad 18 saat Sultan HB II berkuasa jumlah 57 ribu ton itu setara dengan 50 persen atau lebih jumlah emas yang ada di dunia.

Apabila dikonversikan, emas tersebut ke dalam mata uang rupiah dengan memakai patokan harga emas mulia Antam per hari Sabtu (08/08/20) kemarin,  ada di posisi Rp. 1,055 juta per gram maka nilainya menjadi Rp. 60,13 ribu triliun.

Jumlah yang luar biasa fantastis, 30 kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia atau 4 kali Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Waw.. jadi dengan logika-logika sederhana seperti itu saja rasanya klaim ini kok hanya bualan belaka. 

Meskipun kejadian penjarahan itu benar adanya, menurut pakar sejarah bahwa kejadian Geger Sapehi atau Geger Sepoy ini  memang terjadi dan pasukan Inggris yang jumlahnya sekitar 5.000  personil sempat menguasai Jawa secara singkat dan melakukan penjarahan besar-besaran di Keraton Kesultanan Yogyakarta.

Geger Sepoy ini berawal dari bangkrutnya perusahaan dagang VOC milik belanda pada tahun 1799. Penguasaan Hindia-Belanda diserahkan kepada Republik Batavia, bentuk negara saat dikuasai Perancis.

Di masa ini Herman William Deandles dikirim ke Jawa untuk menjadi Gubernur Jenderal selama 3 tahun mulai dari tahun 1808 hingga 1811.

Deandles saat itu memiliki beberapa agenda, selain membangun jalan antara Anyer hingga Panarukan melalui kerja paksa, secara politis ia juga ingin mengurangi kekuasaan Raja-Raja Jawa.

Nah, Sultan HB II ini merupakan salah satu raja yang sangat membangkang pada kekuasaan Deandles. Akibatnya lewat peran Deandles kekuasaan HB II di kudeta pada 1810 dan digantikan oleh putranya yang dianggap lebih mudah dikendalikan, Pangeran Surojo yang kemudian diberi gelar Sultan HB III.

Sementara itu pihak Inggris terus berusaha menguasai Hindia-Belanda, dan akhirnya Republik Batavia yang merupakan pemegang kekuasaan takluk kepada Inggris.

Ketika kondisi politik di sana tengah tak menentu, HB II berupaya kembali menguasai Yogyakarta dari tangan putranya.

Namun rupanya penguasa baru asal Inggris, Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles tak menyukai hal tersebut.

Upaya HB II yang saat itu sudah berhasil menduduki Keraton Yogyakarta di redam oleh Raffles dengan cara mengirimkan pasukan penyerang pada 17 hingga 20 Juni 1811.

Lima ribu pasukan Inggris yang terdiri dari tentara Sepoy atau India, tentara pribumi dari Mangkanegaran Surakarta berhasil menjebol benteng pertahanan Keraton Yogyakarta dan mengobrak-ngabrik serta menjarah apapun yang ada di Wilayah Kesultanan Yogyakarta.

Sultan HB II sendiri akhirnya berhasil ditangkap setelah melakukan perlawan yang cukup sengit kepada pasukan Inggris dan dibuang ke Penang Malaysia.

Seperti diketahui Malaysia merupakan salah satu negara jajahan Inggris. Tak cukup sampai disitu, kekuasaan raja Yogya dan Surakarta secara politis dipangkas signifikan oleh Raflles melalui sebuah Perjanjian yang memaksa.

Perjanjian itu berisi, perintah mengurangi kekuatan militer, kemudian pemangkasan wilayah kekuasaan dan yang terakhir mengganti Hukum Jawa-Islam dengan Hukum Kolonial.

Menurut Sejarawan asal Inggris Peter Carey  seperti dilansir Historia.id, penjarahan yang terjadi saat pasukan Inggris menyerang  Keraton Yogyakarta itu sangat masif.

Konon katanya selain manuskrip dan benda bersejarah lain seperti lukisan, patung serta berbagai benda budaya lain. Terdapat harta Keraton Yogya berupa emas dan perak yang bernilai setara dengan 350 kg emas.

Atau jika kita konversikan dengan nilai emas saat ini kurang lebih Rp.350 miliar rupiah. Jika digabungkan dengan jarahan lain nilai totalnya mencapai US$ 120 juta atau senilai Rp 1,74 triliun rupiah.

Sebagian besar harta jarahan tersebut menurut Carey dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian yang jumlahnya US$ 400 ribu untuk membayar para perwira yang tidak tewas dalam peperangan tersebut.

Sisanya US$ 400 ribu lagi dikirim ke Benggala India untuk dibagikan kepada keluarga para perwira dan tentara yang ikur berperang dalam Geger Sepoy tersebut.

Ini merupakan pengaplikasian dari perjanjian disepakati antara Inggris dan pasukan Sepoy yang berasal dari India, bahwa mereka akan diberi persentase tertentu dari harta jarahan yang didapatkan.

Mengenai manuskrip dan berbagai benda budaya yang digondol Inggris saat itu, kini berada di dua tempat yang berbeda di London Inggris.

Sementara benda-benda budaya seperti keris  wayang dan berbagai benda lainnya tersimpan di British Library.

Ada sekitar 7.000 manuskrip kuno yang diambil Inggris yang kini tersimpan di London. 75 manuskrip diantaranya sudah dikembalikan ke pihak Keraton Yogyakarta, walaupun dalam bentuk digital karena secara fisik manuskrip itu sangat sulit untuk dipindahkan.

Ini merupakan salah satu program repatriasi dari negara-negara yang dulunya penjajah kepada negara jajahannya.

Hal yang sama juga dilakukan Raja Belanda ketika secara langsung menyerahkan Keris milik Pangeran Diponegoro kepada Presiden Jokowi.

Masalah ini tak akan ramai dibahas apabila klaim bombastis atas emas 57 ribu ton itu oleh trah HB II kepada pemerintah Inggris tak terjadi.

Klaim itu sebenarnya merupakan upaya dari keturunan HB II untuk mengusulkan kepada pemerintah  agar Sultan Yogyakarta tersebut diakui sebagai Pahlawan Nasional dengan menyodorkan bukti bahwa HB II melakukan perlawanan cukup keras dalam menentang penjajah saat Geger Sepoy terjadi.

Tapi jika kemudian jumlah 57 ribu ton emas yang di klaim harus dikembalikan oleh pemerintah Inggris, mungkin Perdana Menteri Boris Johnson hanya akan berkata " Bloody Hell, Are You Kidding Me!!!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun